Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Cirebon, Wawan Setiawan melalui Kabid Anggaran BKAD Agung Firmansyah mengatakan, peningkatan anggaran untuk penanggulangan bencana dilakukan atas dasar kejadian bencana yang terjadi pada tahun sebelumnya berdasarkan laporan dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Menurut Agung, sebelumnya alokasi anggaran penanggulangan bencana fluktuatif dan angka terbesar adalah Rp5 miliar. “Tahun ini anggarannya Rp10 miliar, kenaikan itu berdasarkan pengalaman kejadian tahun lalu,” tandas Agung, Selasa (7/1).
Dari total anggaran yang tersedia, kata Agung, sebesar Rp3,5 miliar adalah untuk pemenuhan logistik seperti tenda, dapur umum, selimut, karpet dan lainnya manakala dalam kondisi tanggap darurat. Dari anggaran yang tersedia, rata-rata penggunaannya terserap Rp5 miliar.
Selebihnya, penggunaan anggaran dalam kondisi tanggap darurat dilakukan melalui mekanisme bantuan tidak terduga (BTT) dan kegiatan mendesak. “Satu daerah dinyatakan tanggap darurat itu berdasarkan surat dari bupati. Bupati menandatangani surat itu berdasarkan kronologis kejadian dan kajian yang ditandatangani oleh muspika, baru kemudian ditandatangani oleh bupati,” papar Agung.
Untuk penggunaan anggaran tanggap darurat, sambung dia, dinas atau instansi yang berwenang adalah BPBD Kabupaten Cirebon. “Itu pun bantuannya diberikan bukan dalam bentuk uang, tapi dalam bentuk barang yang dibutuhkan oleh korban bemcana banjir atau longsor misalnya,” sambungnya.
Agung mencontohkan, ketika terjadi bencana banjir kemudian salahsatu jembatan vital yang menjadi akses perekonomian putus akibat banjir, maka penanggulangannya juga menggunakan anggaran yang sama. Namun, penggunaan anggarannya bukan lagi oleh BPBD, melainkan oleh Dinas PUPR.
“Itu oleh PUPR, hanya bedanya ada pengalihan penggunaan oleh dinas tersebut, dari belanja tidak langsung menjadi belanja langsung,” imbuh Agung.
Untuk bantuan bencana yang bersifat perorangan seperti rumah warga yang ambruk akibat angin kencang atau hujan, imbuh Agung, yang mengeluarkan anggarannya adalah Dinas Sosial (Dinsos). Penggunaan anggaran untuk korban secara individu itu, tidak boleh lebih dari anggaran yang direncanakan.
Karena, jenis anggaran yang ada di Dinsos itu ada dua, yakni anggaran yang sudah direncanakan dan anggaran yang insidental. “Tapi anggaran untuk perorangan ini tidak boleh lebih besar dari anggaran yang sudah direncanakan. Misalnya, anggaran yang sudah direncanakan Rp1 miliar, maka anggaran perorangannya di angka Rp800 juta,” ungkapnya. (Islah)