SUMBER, SC- Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya kembali melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Dewan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Cirebon, Selasa (10/11/2020). Seperti aksi sebelumnya, aksi para buruh ini tetap konsisten melakukan penolakan terhadap UU Omnibus Lawa Cipta Kerja.
Sekjen FSPMI, Moch Mahbub menhatakan, aksi unjuk rasa kali ini merupakan aksi lanjutan dari aksi sebelumnya. Pasalnya, dalam aksi sebelumnya mereka belum ditemui oleh Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Cirebon. “Aksi kita masih sama, menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja dan meminta agar Upah Minimum Kabupaten (UMK) dinaikan,” ujar Machbub.
Menurutnya, aksi FSPMI dalam demo kali ini meminta kepada DPRD Kabupaten Cirebon untuk mengeluarkan rekomendasi legislatif review kepada DPR RI terhadap UU tersebut. Sebab, UU Cipta Kerja ini sifatnya masih kontroversi karena banyak penolakan tapi tetap disahkan. “(UU Cipta Kerja, red) ini merupakan UU lelucon di seluruh dunia,” tandas Machbub.
Oleh karena itu, ia meminta agar DPRD Kabupaten Cirebon berpihak kepada kaum buruh dengan mengeluarkan apa yang menjadi tuntutan buruh. Langkah yang dilakukan FSPMI sendiri, kata Macbub, bukan sebatas melakukan unjuk rasa, tapi juga sudah melakukan upaya hukum. “Yudical review sudah kami lakukan, sudah kami ajukan ke MK,” kata dia.
Menurut Machbub, aksi unjuk rasa menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja tidak hanya dilakukan di Kabupaten Cirebon saja. Gerakan para buruh di momentum Hari Pahlawan ini dilakukan secara nasional sebagai penghayatan terhadap Hari Pahlawan. “Momennya tepat dengan peringatan Hari Pahlawan. Kami berjuang untuk memperjuangkan kehidupan yang layak,” kata dia.
Sementara terkait surat edaran Menteri Tenaga Kerja yang isinya menjelaskan tidak adanya kenaikan upah minimum untuk tahun 2021, Machbub mengungkapkan, beberapa daerah lain di luar Kabupaten Cirebon berani menaikan UMK. Makanya, ia meminta agar UMK di Kabupaten Cirebon juga ada kenaikan. “Daerah lain berani menaikan, DKI, Yogya, Jateng, bahkan Kota Cirebon juga sudah menaikan,” tegas Machbub.
Ia menjelaskan, kenaikan UMK itu menjadi keniscayaan. Kalaupun tidak ada kenaikan, maka dirinya ingin agar tidak dipukul rata disemua sektor. Karena, ketika alasan tidak adanya kenaikan itu lantaran Covid-19, Machbub memastikan hal itu tidak terjadi disemua sektor. “Kami meminta kenaikan upah di Kabupaten Cirebon minimal 6 persen. Tapi kalau memang tidak sanggup, cukup ditangguhkan,” paparnya.
Sementara itu, Ketua DPRD, Mohammad Luthfi MSi, menyampaikan, UU Omnibus Law Cipta Kerja sudah disahkan oleh Presiden meskipun terjadi kontroversi akibat banyaknya penolakan. Penolakan itu, kata Luthfi, bukan hanya dari kalangan buruh saja, tapi juga dari berbagai elemen lainnya melakukan hal yang sama. “Kita sepakat dengan perjuangan buruh. Kita memperjuangkan hal yang sama. Tapi, kami berbeda dengan eksekutif. Kami tidak bisa mengeksekusi,” kata Luthfi.
Ia mengaku setuju dengan gerakan yang sudah dilakukan para buruh, yakni menempuh jalur konstitusional memperjuangkan pasal-pasal UU Omnibus Law yang merugikan buruh. “Kami juga sudah bersurat dengan DPR RI tiga minggu lalu. Kami harapkan ada diskresi dari Jakarta. Apapun yang dikeluarkan, kita support. Itu artinya kita bersinergi,” jelas Luthfi.
Sepanjang persoalan pengangguran selesai, kata dia, pihaknya tidak mempermasalahkan UU Omnibus Law. Namun, yang berkaitan dengan hak-hak buruh, Luthfi menegaskan harus tetap diperjuangkan. “Makanya, kita dukung teman-teman buruh ketika memproses judisial review,” ucapnya.
Sememtara, berkaitan dengan kenaikan upah, Luthfi mengakui ada beberapa daerah yang melakukan kenaikan. Diantaranya seperti di daerah Yogyakarta yang menaikan UMK 3,54 persen, Jawa Tengah menaikan 3,27 persen dan Jawa Timur menaikan sampai 5,6 persen. Tetapi, kenaikan UMK tidak terjadi di Jawa Barat dan Banten. Karena, imbuh Luthfi, upah minimumnya sudah mengikuti pemerintah pusat. “Sudah mengikuti pemerintah pusat, makanya masih sama,” paparnya. (Islah)