Diakui Diah, di sejumlah dinas terjadi banyak kekosongan tenaga, akibat banyaknya ASN yang purna bakti (pensiun, red). Namun, lanjut Diah, hal itu tak dapat membenarkan tindakan melanggar aturan tersebut. Pasalnya, aturan yang ditetapkan tersebut salah satunya berdasar pertimbangan pemasukan dan pengeluaran Pendapatan Anggaran Daerah (PAD).
“Harus kita akui dengan banyaknya ASN yang purna bakti tentu jadi persoalan. Namun, dengan keterbatasan anggaran yang kita miliki, rekrutmen honorer tidak bisa dilakukan, apalagi dikalangan tertentu,” kata Diah, Senin (4/10/2021).
Bilamana pada suatu kantor atau SKPD merekrut tenaga honorer dengan alasan menyebut tenga honor, pihaknya mengecam perbuatan tersebut. Karena, menurutnya hal ini akan berujung pada zalim, serta, menjadikan besar pasak daripada tiang.
“Adapun pada kebutuhan tukang kebun atau tukang bersih-bersih ya tetap saja harus ditempuh mekanisme yang jelas agar pengupahannya pun wajar dan terukur,” ujarnya.
BACA JUGA: Dihadirkan Tim Satgas Saber Pungli RI, Sumber Informasi Dugaan Pungli di DPKPP Dikonfrontir
Diah berharap, masyarakat tidak tergiur pada iming-iming apapun sebagai tenaga honorer.
“Lebih baik ciptakan sendiri lapangan pekerjaan dengan produk rumahan atau berdagang atau dengan mendaur ulang sampah dan sebagainya,” ucapnya.
Selain dapat mengatur sendiri upah, menurut Diah, melalui usaha bisa mengajak sanak saudara atau teman, untuk sama-sama bangun perekonomian yang sesuai dengan kemampuan atau skill masing-masing. (Sarrah/Job)