“Alasannya karena budaya, sosial budaya dan lainnya, jadi mereka minta kembali ke Gunungjati,” ujar Aditya, Rabu (14/9/2022).
BACA JUGA: Penerima Bansos Harus Sesuai Kriteria
Menurut Adit, ketidaksinkronan administrasi kewilayahan dua desa itu diduga karena pemerintah pusat diduga tidak menerima tembusan Perda tahun 2007 yang berisi pengembalian administrasi dua desa tersebut ke Kecamatan Gunungjati.
“Saya tidak tahu bagaimana ceritanya, tapi intinya di pemerintah pusat hanya pahamnya Perda 2006 saja, bahwa Sirnabaya dan Sambeng itu di Kecamatan Suranenggala. Sehingga saat dimulainya database kependudukan, maka secara sistem (Sirbabaya dan Sambeng, red) adanya di Kecamatan Suranenggala. Jadi dengan database kita yang berdasarkan Perda 2007 itu tidak sinkron,” kata Adit.
Dijelaskan Adit, sejak sekitar tahun 2011 Pemkab Cirebon sudah beberapa kali bersurat mengusulkan ke pemerintah provinsi dan pemerintah pusat. Bahkan, Pemkab Cirebon juga sudah mengirimkan kembali Perda terbaru yakni tahun 2007 ke pemerintah provinsi dan pusat. Perda terbaru tahun 2007 itu juga menyatakan bahwa Sirnabaya Sambeng kembali ke Kecamatan Gunungjati.
BACA JUGA: Terobos Hujan Gerimis, Polresta Cirebon Bagikan Bansos di Darat dan Laut
Kemudian, pada tahun 2019 pihak dari Bina Administrasi Wilayah Kemendagri juga sudah meninjau langsung lokasi di dua desa tersebut. Pihak Kementrian tersebut, bahkan menjamin Desa Sirnabaya dan Sambeng kembali ke Kecamatan Gunungjati, karena fakta di lapangan ditambah banyaknya saksi yang ada, telah menguatkan wilayah adiministrasi kedua desa tersebut kembali ke Gunungjati.
“Saat itu pihak Kementrian menjamin karena pegang kunci sistemnya. Kalaupun Permendagri tetap berjalan, kunci sih bisa diubah. Cuma kan pada praktiknya sulit, apalagi setelah itu tahun 2020 dan 2021 ada Covid-19,” jelasnya.