Jika dikenakan kewajiban membayar fidyah, berapa nilai atau besaran yang harus ditunaikan untuk mengganti atau menebus ketidakmampuan menjalankan kewajiban puasa atau shaum Ramadhan.
Fidyah berasal dari kata “fadaa”. Arti harfiahnya menebus atau mengganti. Merupakan harta benda yang wajib ditunaikan dalam bentuk pemberian ke fakir miskin, sebagai pengganti ibadah wajib yang ditinggalkan seperti shaum atau puasa Ramadhan.
Namun berapa besarnya fidyah yang wajib ditunaikan sebagai pengganti meninggalkan puasa (shaum) Ramadhan dan bagaimana ketentuannya?
Fidyah yang diberikan kepada fakir miskin (dari kalangan muslim) merupakan jenis makanan yang biasa diberikan seseorang kepada keluarganya di antara makanan-makanan pokok negeri setempat, baik berupa gandum, burr, gandum sya’ir, beras, maupun lainnya.
Ulama berbeda pandangan dalam ukuran fidyah yang wajib diberikan:
1. Jumhur (sebagian besar) ulama berpendapat, kadar fidyah adalah satu mudd dari jenis makanan pokok apa saja.
2. Ulama lainnya berpendapat, kadar fidyah setengah sha’ dari jenis makanan pokok apa saja, berdasarkan penyamaan hukum dengan fidyah al-Adza pada ibadah haji secara qiyas.
Pendapat ini difatwakan oleh al-Lajnah ad-Da’imah yang diketuai Ibnu Baz.
Satu sha’ senilai dengan empat mudd. Jadi fidyah dengan setengah sha’ senilai dengan dua mudd.
Menurut al-Lajnah Da’imah, satu sha’ dalam ukuran timbang, kurang lebih 3 kilogram. Menurut Ibnu Utsaimin kurang lebih 2.10 kg beras atau 2.04 kg gandum burr.
Fidyah al-Adza disebutkan dalam hadits Ka’ab bin Ujrah tatkala ia menunaikan haji dan terganggu oleh kutu di kepalanya.
Rasulullah memerintahkan untuk mencukur rambut kepalanya dengan memberi tiga pilihan sebagai tebusannya.
Baginda Rasulullah mengatakan :
“Atau engkau memberi makanan kepada enam orang fakir miskin, untuk setiap orang setengah sha’.” (Muttafaq ‘alaih)
3. Ada pula berpendapat tidak ada ketentuan kadar tertentu dalam pembayaran fidyah.
Dengan dalil bahwa Allah memerintahkan pembayaran fidyah secara mutlak tanpa membatasinya dengan kadar tertentu.
Maka dari itu, sah dibayarkan dengan kadar yang dianggap cukup dalam pemberian makanan menurut tuntutan kebiasaan masyarakat.
Pendapat ini yang rajih (terkuat) sebagaimana dinyatakan Ibnu Utsaimin dalam asy-Syarh al-Mumti (6/349-350).
Ini berdasarkan perbuatan sahabat, Anas bin Malik yang telah lanjut usia. Beliau mengumpulkan tiga puluh orang fakir miskin dan memberi mereka roti dan lauknya.
“Anas telah membagikan makanan fidyah setelah ia lanjut usia dalam setahun atau dua tahun, kepada seorang fakir miskin untuk setiap harinya berupa roti dan daging. Ia pun berbuka (tidak mampu berpuasa).”
(Diriwayatkan oleh al-Bukhari secara mu’allaq dalam Kitab ash-Shahih dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an, Bab Qauluhu Ta’ala)
Pembayaran fidyah dalam bentuk uang kepada fakir miskin tidak sah. Karena yang diwajibkan oleh Allah adalah al-Ith’am (pemberian makanan).
Dia menamainya al-Ith’am. Maka dari itu, wajib menunaikannya sesuai yang telah diwajibkan dan dinamakan oleh Nya.
Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Utsaimin dan al-Lajnah ad-Da’imah yang diketuai Ibnu Baz. (Majmu’ ar-Rasa’il 19/116-117 dan Fatawa al-Lajnah 10/163-164, 23/7).
Demikian, mengenai ketentuan fidyah, dari pengertian dan besarannya.***