SUARA CIREBON – DPRD Kota Cirebon merekomendasikan pembatalan naming rights (hak penamaan) Stasiun Cirebon BT Batik Trusmi yang merupakan hasil kerja sama PT KAI dan BT Batik Trusmi, sebagai kesimpulan rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar, Kamis, 2 Oktober 2025.
RDP di ruang Griya Sawala DPRD Kota Cirebon tersebut, berlangsung panas. Pihak-pihak yang diundang untuk membahas polemik naming rights perubahan nama Stasiun Cirebon di antaranya, akademisi, pemerhati sejarah, aktivis Gerakan Rakyat Cirebon (GRC) serta PT KAI memaparkan argumentasinya.
Dalam perdebatan sengit yang mewarnai jalannya rapat, owner BT Batik Trusmi, Ibnu Rianto, mengemukakan, kerja sama perusahannya dengan PT KAI seharusnya dilanjutkan, karena merupakan bentuk kepedulian terhadap pariwisata Cirebon.
“Kalau lanjut lebih bagus, kalau tidak lanjut ya terserah saja. Ini bukan semata bisnis, dana puluhan miliar yang kami keluarkan tidak sebanding dengan potensi hasilnya. Ini wujud kepedulian kami agar pariwisata Cirebon bangkit,” ujar Ibnu di hadapan peserta RDP.
Dalam kesempatan itu, Anggota Komisi III DPRD Kota Cirebon, Umar Stanis Clau, menilai naming rights justru merugikan UMKM lain.
“Naming rights adalah desain bisnis kapitalis. Dengan adanya BT Batik Trusmi, UMKM batik lain akan tertutup. Ini bentuk monopoli. Tugas kami adalah memberikan perlindungan penuh bagi masyarakat,” tegas Umar.
Perdebatan makin memanas setelah Gerakan Rakyat Cirebon (GRC) meminta Ibnu Rianto menyampaikan permintaan maaf di media sosial.
Hal itu terkait pernyataannya yang menyebut intervensi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai penyebab batalnya kerja sama. Merasa tidak terima, Ibnu memilih walk out dari ruang rapat.
Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Harry Saputra Gani, langsung menenangkan forum agar tensi tidak semakin tinggi.
“Kita semua punya niat baik. Mari turunkan tensi agar pembahasan bisa berjalan dengan adab,” ujarnya.
Pasca walkout, RDP tetap dilanjutkan bersama anggota DPRD, GRC, akademisi, pemerhati sejarah, serta PT KAI.
Wakil Ketua DPRD Kota Cirebon, Fitrah Malik, yang memimpin rapat menegaskan, forum sepakat merekomendasikan pembatalan kerja sama tersebut. Nama resmi yang diusulkan kembali adalah Stasiun Cirebon Kejaksan, sesuai nilai historis dan identitas lokal.
Menyikapi aspirasi tersebut, Kepala PT KAI Daop III Cirebon, Mohamad Arie Fathurrokhman, menyampaikan bahwa arahan dari kantor pusat adalah melakukan kajian ulang.
“Pada prinsipnya, ini masih dalam kajian. Hasil RDP hari ini menunjukkan adanya dinamika, sehingga keputusan pusat untuk meninjau ulang sudah tepat. Artinya bahwa aspirasi rakyat Cirebon yang menginginkan bahwa Stasiun Cirebon ini harus ada Kejaksan-nya, ya kami tampung,” kata Arie.
Arie menambahkan, MoU kerja sama antara PT KAI dan BT Batik Trusmi memang dilakukan di kantor pusat, sementara Daop III hanya terlibat dalam proses pelaksanaan.
Dengan hasil RDP ini, polemik naming rights Stasiun Cirebon BT Batik Trusmi dipastikan masih berlanjut, sambil menunggu keputusan final dari PT KAI pusat.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.