SUARA CIREBON – Matahari bulan November yang tidak terlalu menyengat kulit, seolah memberi dukungan bagi ratusan warga yang bergotong royong melakukan penggantian atap (memayu) sejumlah bangunan di Kompleks Makam Ki Buyut Trusmi, Senin, 24 November 2025.
Kuwu Trusmi Wetan, Anidi, mengatakan, kegiatan Memayu Buyut Trusmi telah menjadi tradisi masyarakat Desa Trusmi, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, sejak abad ke-15 Masehi.
“Tradisi memayu adalah prosesi mengganti atap makam Ki Buyut Trusmi yang terbuat dari anyaman batang alang-alang yang oleh warga sini disebut welit. Prosesi ini dipimpin langsung oleh kuncen makam Ki Buyut Trusmi yang dipercaya menjaga kelestarian ritual turun-temurun,” ujar Anidi menjelaskan.
Menurut Anidi, penggantian atap makam menggunakan alang-alang bukan tanpa alasan. Selain melambangkan kesederhanaan dan kedekatan dengan alam, alang-alang juga dinilai lebih sesuai dengan tradisi leluhur. Menurutnya, tradisi tersebut biasanya digelar setiap bulan November.
“Tujuan utamanya adalah sebagai persiapan menghadapi musim hujan agar atap makam tidak bocor, sekaligus bentuk penghormatan kepada leluhur,” katanya.
Anidi menjelaskan, rangkaian acara tidak hanya berhenti pada prosesi penggantian welit. Sehari sebelum welit diturunkan dan diganti, masyarakat mengadakan arak-arakan budaya.
“Dalam arak-arakan ini ditampilkan beragam kesenian khas Cirebon seperti tari topeng, musik tradisional, hingga pacuan kuda. Tidak ketinggalan, aneka kuliner dan produk batik Trusmi ikut dipamerkan, menambah semarak suasana sekaligus memperkuat perekonomian warga,” ujarnya.
Menurutnya, tradisi memayu merupakan amanah leluhur yang akan diturunkan dari generasi ke generasi.
“Memayu ini bukan sekadar ritual, tapi juga mengajarkan arti gotong royong dan rasa syukur. Kami bersyukur dan apresiasi tradisi Memayu Buyut Trusmi ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb). Ini menegaskan nilai pentingnya menjaga identitas budaya Cirebon,” tegasnya.
Selain menjadi simbol spiritual dan sosial, Anidi mengatakan, tradisi ini juga memberikan dampak positif bagi sektor ekonomi, terutama bagi UMKM batik dan kuliner di kawasan Trusmi.
“Dengan perpaduan antara nilai sakral, budaya, dan ekonomi, tradisi Memayu Buyut Trusmi bukan hanya sekadar ritual, melainkan juga ruang silaturahmi yang memperkuat ikatan sosial masyarakat Cirebon hingga saat ini,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, ribuan orang dari berbagai daerah tumpah ruah menyaksikan arak-arakan Memayu Buyut Trusmi, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Minggu, 23 November 2025.
Mereka rela berdesakan dari sejak pukul 05.00 WIB, demi melihat kreasi berbagai ogoh-ogoh yang dibuat secara mandiri oleh kelompok masyarakat berbagai blok dan desa di sekitar Buyut Trusmi, di antaranya, Desa Trusmi, Trusmi Kulon, Wotgali, Kaliwulu, Gamel, Weru lor, Weru Kidul, Kalitengah, Kalibaru, Batembat, dan Desa Dawuan serta desa-desa lainnya.
Arak-arakan atau ider-ideran tersebut, digelar sehari sebelum kegiatan utama yakni memayu yakni tradisi mengganti atap makam kompleks Buyut Trusmi yang terbuat dari welit (alang-alang) yang dilakukan satu tahun sekali jelang musim penghujan.
Acara diawali dengan pacuan kuda disusul arak-arakan benda dan senjata pusaka Buyut Trusmi, sesepuh desa, rombongan pejabat, pasukan/prajurit perempuan ala zaman kerajaan, atraksi egrang (jangkungan) dan disusul penampingan ogoh-ogoh dengan diiringi musik pantura.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.