GEMPOL, SC- Anggota DPRD Kabupaten Cirebon daerah pemilihan (dapil) II dari Fraksi PKB, H Mahmudi SPdI menggelar silaturahmi dan kunjungan kerja dalam rangka reses pertama anggota DPRD tahun 2019. Reses berlangsung di Pondok Pesantren (Pontren) Kempek, Gempol, Cirebon, Kamis (5/12)
Acara yang berangsung di aula Pondok Pesantren Madinatusholawat (MS) Kempek itu dihadiri pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) Nahdlatul Ulama (NU) Kecamatan Gempol, tokoh masyarakat, ormas kepemudaan, dan masyarakat Desa Kempek.
Dalam kesempatan itu Mahmudi menjelaskan tugas dan fungsi anggota DPRD kepada masyarakat. Mulai dari tugas legislasi atau membuat peraturan, melakukan pengawasan atau kontrol, hingga budgeting atau penganggaran.
Mahmudi juga menyinggung tentang masalah pendidikan dan kesehatan yang memang menjadi tugasnya di Komisi IV selain keagamaan dan kesejahteraan. Ia mengaku sering turun ke masyarakat da banyak menemukan keluhan di terutama dari pendidikan nonformal seperti Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA) dan pendidikan keagamaan lainnya.
“Mereka mengusulkan pembangunan fasilitas pendidikan yang memang tidak layak digunakan untuk tempat belajar. Kiai pesantren juga berharap tunjangan DTA yang telah ada dan diatur dalam peraturan bupati (perbup) dihidupkan kembali, karena bagaimanapun guru ngaji itu adalah orang yang menanamkan akhlak dan moral sejak dini, sehingga butuh perhatian dari pemerintah daerah,” paparnya.
Mahmudi juga menyinggung sistem zonasi dalam pemerimaan peserta didik baru, di mana banyak ditemukan ketimpangan salahsatunya banyak sekolah swasta yang tidak mendapatkan murid. Sehingga, antara sekolah swasta dan negeri sangat tidak seimbang, karena itu perlu ditinjau kembali.
Masalah guru honorer juga tak lepas dari sorotannya. Pihaknya menyuarakan apa yang menjadi aspirasi para guru honorer.
Di bidang kesehatan, masyarakat banyak mengeluhkan BPJS yang sudah tidak aktif. Mereka berharap di aktifkan kembali. Serta tentang Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan PKH yang tiap tahun dikurangi.
“Mungkin dianggap kesejahteraan sudah naik, padahal di lapangan realitasnya tidak seperti itu. Maka dari ini butuh pemutakhiran dan validitas data secara terus menerus setiap tahun, bila perlu didampingi pemerintah pusat, jadi yang mendata bukan hanya orang desa setempat,” pungkasnya. (Khairun Yasir)