CIREBON, SC- Untuk kesekian kalinya warga Desa Suranenggala Kulon, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon, kembali melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Bupati, Kamis (26/12). Massa pendukung Calon Kuwu (Calwu) nomor urut 2, Casudi itu meminta Bupati Cirebon menunda pelantikan Kuwu yang ditetapkan panitia Pilwu sebagai pemenang.
Salah satu pengunjuk rasa, Sudiyo, dalam orasinya meminta Bupati Cirebon, H Imron MAg untuk menunda pelantikan Kuwu terpilih. Menurutnya, permintaan penundaan pelantikan itu disampaikan atas dasar pertimbangan untuk kondusifitas desa. Agar tidak ada gejolak masyarakat yang mengarah kepada tindakan anarkis. Selain itu, karena proses hukum sengketa Pilwu desa tersebut masih berlangsung.
“Mohon pak bupati agar menunda pelantikan kuwu Kasmad. Kasihan pak polisi, capek karena harus terus menjaga Desa Suranenggala Kulon,” ujar Sudiyo.
Sementara, Walim SH MH, kuasa hukum Calwu nomor urut 2, Casudi, meminta Pemkab Cirebon meletakkan hukum sebagai panglima tertinggi di bumi Cirebon. Karena Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi dan menghormati hukum. Menurut Walim, proses perkara sengketa Pilwu Suranenggala Kulon sudah didaftarkan di Pengadilan Negeri (PN) Sumber dan Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN), Bandung. Bahkan perkaranya sudah memasuki tahap persidangan.
“Dengan adanya nomor register (di PN sumber dan PTUN bandung) ini, saya menginginkan agar (pelantikan) ditangguhkan sementara, menunggu keputusan pengadilan,” kata Walim.
Dijelaskan Walim, sejauh ini pihaknya sudah berusaha meminta penangguhan pelantikan kepada pihak Pemkab Cirebon. Namun pihak Pemkab Cirebon justru meminta surat permohonan itu disertai surat dari PTUN Bandung.
“Bagaimana kita bisa mendapat surat dari PTUN kalau dimintanya enggak boleh. Ini ngawaur aturannya apa yang dipakai,” tegas Walim.
Walim juga mempertanyakan proses penyelesaian sengketa oleh Timwas Kabupaten, yakni Kesbangpol. Pasalnya, 18 desa yang mengajukan gugatan itu dengan bermacam permasalahan. Tapi diputuskan oleh Kesbangpol dengan jawaban yang sama, yaitu tidak memenuhi satu persen suara.
“Padahal perkara setiap desa yang bersengketa berbeda-beda, di desa buyut beda, desa weru lor beda, ada yang tentang DPT, tentang LPJ panitia ke bupati dan lainnya. Tapi kenapa diputus dengan putusan yang sama. Ini aturan apa yang dipakai,” papar Walim.
Bahkan, lanjut Walim, penyelesaian sengketa Pilwu yang dilakukan Kesbangpol juga tidak pernah ada mediasi. Kesbangpol tiba-tiba langsung memberi putusan dengan mengeluarkan surat ditolaknya gugatan karena tidak memenuhi satu persen.
“Kalau ada mediasi, jika tidak ada keputusan mufakat atau gagal maka dibuatlah surat pernyataan gagal. Barulah pihak kabupaten membuat keputusan. Tapi ini enggak ada, tidak dilakukan oleh pihak kabupaten,” tukasnya. (Islah)
Caption, Walim SH MH menunjukkan bukti sengketa Pilwu yang sudah teregister di PN Sumber dan PTUN Bandung.