KABUPATEN CIREBON, SC- Surat salinan sidang putusan gugatan sengketa Pilwu Desa Suranenggala Kulon, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Bandung belum diterima Bagian Hukum Setda Kabupaten Cirebon. Namun, kabar dikabulkannya gugatan calon kuwu nomor 2 desa tersebut, Casudi, sudah didengar Bagian Hukum Pemerintah Dareah setempat.
Kabag Hukum Setda Kabupaten Cirebon, Bambang Sudaryanto, mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu salinan putusan tersebut. “Dari sidang (putusan) PTUN kemarin, kita masih menunggu salinan putusan majelis,” ujar Bambang, Jumat (3/7/2020).
Jika pihaknya sudah menerima salinan putusan tersebut dan putusannya benar mengabulkan gugatan penggugat, kata Bambang, pihaknya memastikan akan melakukan banding. “Insya Allah kami akan melakukan banding, sesuai dengan hak-hak yang telah diatur dalam proses hukum,” kata Bambang.
Menurutnya, dengan dikabulkannya gugatan pihak penggugat, bukan berarti proses hukum tertutup. Artinya, dari tahapan proses tersebut masih dimungkinkan untuk banding. “Intinya masih bisa diberikan hak untuk banding. Sesuai aturan yang ada, setelah sidang putusan dibacakan Majelis Hakim, masih ada tenggang waktu 14 hari untuk melakukan banding,” papar Bambang.
Disinggung soal Perbup Cirebon Nomor 21 Tahun 2019 khususnya Pasal 37 yang dinilai bertentangan dengan peraturan yang lebih atas, yakni Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014, Bambang menyebutkan bahwa Perbup tersebut tidak bertentangan dengan aturan di atasnya. Karena punya cantolan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).
BACA JUGA: Gugatan Calon Kuwu Suranenggala Kulon Dikabulkan
“Tapi kalau terkait putusan majelis, kami tidak mau memberi tanggapan. Karena kami tidak mau menghakimi putusan hakim,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, PTUN Bandung akhirnya mengabulkan gugatan sengketa Pilwu Desa Suranenggala Kulon, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon yang diajukan oleh pihak Calon Kuwu nomor urut 2, Casudi. Kabar kemenangan gugatan sengketa tersebut disampaikan kuasa hukumnya, Walim SH MH, di komplek perkantoran Pemda, Sumber pada Rabu (1/7/2020) kemarin.
Kepada Suara Cirebon, Walim SH MH, mengatakan palu sidang putusan yang mengabulkan pihaknya diketuk pada Rabu (1/7/2020). Menurut Walim, putusan hakim PTUN Bandung adalah mencabut SK Bupati tentang pengesahan dan pelantikan kuwu atau dibatalkan. “Kalau salinannya kami belum menerima karena putusannya baru Rabu kemarin. Tapi perkaranya adalah nomor 4/gugatan/2020/PTUN/BDG memenangkan penggugat,” ujar Walim.
Dalam amar putusannya, kata Walim, hakim menilai panitia Pilwu tidak netral. “Dan memang panitia Pilwunya ada kubu-kubuan, ada kubu Casudi, calon nomor urut 2 dan ada kubu Kasmad calon nomor urut 1,” jelas Walim.
Selain itu, lanjut Walim, pihak PTUN Bandung mengabulkan gugatan kliennya karena berdasarkan pertimbangan Pasal 37 Perbup Cirebon Nomor 21 tahun 2019 yang jadi pedoman Panitia Pilwu.
Walim menyebutkan, pihak panitia Pilwu sendiri sebenarnya sudah melaksanakan amanat Perbup tersebut. Dan Panitia Pilwu menjadikan Perbup tersebut sebagai pedomannya.
“Tapi pasal pada Perbup (Cirebon) ini jelas menjerat (Panitia Pilwu), bunuh diri. Artinya pasal ini bertentangan dengan peraturan yang di atasnya, yaitu UUD 1945. Di antaranya warga negara mempunyai hak memilih dan dipilih. Sehingga saya menilai Perbup ini batal demi hukum,” tegas Walim.
Selain itu, sambung Walim, di dalam Perbup tersebut juga terdapat pasal yang mengatur ambang batas perolehan suara minimal satu persen yang dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Karena di dalamnya tidak diatur sanksinya.
“Yang namanya peraturan itu semua ada sanksinya. Ini kok tidak ada, seharusnya ditarik itu, memalukan,” tandasnya.
BACA JUGA: Lokasi Islamic Center Kabupaten Cirebon Masih Belum Klop
Walim menegaskan, setelah pihaknya menerima salinan putusan sidang gugatan tersebut, pihaknya juga akan menyerahkan salinannya kepada Bupati Cirebon. Jika dalam tiga hari setelah menerima salinan putusan tersebut tidak ada upaya hukum dari pihak tergugat, maka Bupati harus melaksanakan putusan PTUN tersebut, yakni mencabut SK atau menggugurkan SK pengesahan dan pelantikan Kuwu.
“Nanti yang jadi kuwu turun, enggak jadi kuwu lagi karena SK-nya dicabut. Itu kalau tidak ada upaya hukum tiga hari maksimalnya. Kalau Bupati tidak menjalankan keputusan atau mengeksekusi putusan itu, nanti sanksinya dari Gubernur atau Presiden, karena semua ada aturannya,” ungkapnya. (Islah)