KABUPATEN CIREBON, SC- Pemimpin tingkat daerah dua Organisasi Massa (Ormas) Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah bertemu di kantor PCNU Kabupaten Cirebon, Jalan Dewi Sartika, Sumber, Kamis (9/7/2020). Pertemuan tersebut dalam rangka membangun sinergitas kelembagaan dan kesamaan visi agar masyarakat Kabupaten Cirebon berkualitas.
Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon, KH Aziz Hakim Syaerozie mengatakan, pihaknya sengaja mengajak berdiskusi karena Muhammadiyah memiliki kekuatan di tingkat struktur. “Karena tugas ormas itu membangun umat, maka kita membangun kesamaan visi bagaimana agar Cirebon ini, siapapun baik Muhammadiyah maupun NU, kita bangun bersama-sama. Sehingga Cirebon menjadi kabupaten yang masyarakatnya berkualitas,” ujar Kang Aziz, sapaan akrab KH Aziz Hakim Syaerozie.
Dia menjelaskan, pertemuan tersebut tidak ada korelasinya dengan kasus yang menimpa Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon, Hermanto. Dimana, persoalan itu berawal dari munculnya kasus UMC yang kemudian melebar ke pesantren. Namun, silaturahmi yang dibangun antara NU dengan Muhammadiyah itu, lebih untuk mengantisipasi timbulnya persoalan.
“Kalau korelasi secara langsung tidak ada, tapi kita mengantisipasi bahwa persoalan Hermanto ini, kalau beliau menyinggung soal UMC misalnya, sebetulnya tidak ada persoalan. Kita di tingkat kelembagaan itu tidak ada masalah. Ini hanya soal mekanisme teknis saja karena kebetulan yang jadi objek itu UMC dan pesantren,” jelas Kang Aziz.
Sementara, Ketua Pengurus Daerah (PD) Muhammadiyah, Ahmad Dahlan menjelaskan, pertemuan tersebut merupakan agenda rutin tahunan Muhammadiyah untuk bersilaturahim dengan ormas islam lainnya. “Tanpa momentum apapun menjengaja silaturahim sesuai dengan agenda,” ujar Dahlan.
Menurutnya, pertemuan itu hanya menginformasikan kesamaan tujuan NU dan Muhammadiyah, yakni sama-sama mengemban misi keumatan dan kebangsaan. Dan secara historis, Muhamadiyah dan NU juga memang lahir sejak masa penjajahan. Sehingga, kedua ormas tersebut mempunyai kerja yang sangat signifikan terutama bagi masalah keumatan.
“Saya menyampaikan bahwa Muhammadiyah punya banyak amal usaha, ketika dihubungkan dengan bagaimana kontribusi terhadap masyarakat dalam hal, sebut saja keagamaan, lebih tidak kuat ketimbang NU. Sehingga kita titipkan kepada NU untuk tetap berperan seoptimal mungkin pada tataran masyarakat, terutama tentang keagamaan dan kebutuhan masyarakat lainnya yang bisa dikerjakan kita sebagai Ormas Islam,” kata dia.
BACA JUGA: Komisi II DPRD Kabupaten Cirebon Siap Bongkar “Pemain” Kasus UMC
Karena, kata dia, Muhamadiyah dalam idiologinya yang ketiga menyatakan bahwa Muhammadiyah tidak boleh eksklusif. Namun yang berkembang, Muhammadiyah juga menggambarkan suatu idiologi bahwa dakwa Muhammadiyah bersifat dimensi amal usaha. Contohnya, amal usaha itu yakni seperti sekolah dan rumah sakit yang menjadi kepanjangan tangan dakwah dan sekaligus disebut sebagai aset dakwa Muhammadiyah.
“Jadi, kalau ditemui ada Masjid Muhammadiyah, Sekolah Muhammadiyah, itu sebagai aset bukan serta merta ini membangun eksklusifitas,” terang Dahlan.
Oleh karenanya, imbuh dia, secara explisit pertemuan tersebut dalam rangka pembagian tugas. Artinya, tugas-tugas yang tidak terjangkau oleh Muhammadiyah maka akan dijangkau oleh NU. Begitupun sebaliknya, yang tidak terjangkau oleh NU maka akan dikerjakan oleh Muhammadiyah.
Masih kata Dahlan, dua Ormas Islam tertua di Indonesia ini harus senada dengan eksistensinya seperti dulu kala. Kedua ormas harus saling mengisi terutama bagi bangsa dan utamanya masalah keumatan.
BACA JUGA: Sambangi PCNU, Hermanto Minta Maaf
“Muhammadiyah lebih memihak aspek yang sifatnya proporsional profesional. Tentunya kita juga memberi kesepakatan bersama jika hal-hal yang sifatnya dinamis ini harus berada dalam hal yang tidak kondusif, maka aspek kekeluargaan lebih dikedepankan. Dalam arti bahwa Muhammadiyah memperbanyak pintu yang muatannya adalah problem solving. Tidak menjadikan ini sebagai gep antara NU dan Muhammadiyah,” ungkapnya. (Islah)