KABUPATEN CIREBON, SC- Lima pasien positif Covid-19 di Kabupaten Cirebon kondisinya masuk kategori berat. Kelima pasien tersebut membutuhkan terapi plasma untuk proses penyembuhannya. Sedangkan untuk pasien yang masuk kategori ringan dan sedang, jumlahnya memang cukup banyak.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Cirebon, dr Ahmad Fariz Malvi Zamzam Zein, mengatakan, dalam tiga minggu terakhir ini pihaknya sudah menandai sedikitnya 15 calon pendonor plasma. Ia mengaku sudah meminta kesediaan ke 15 calon itu untuk mendonorkan plasmanya setelah dinyatakan sembuh sampai akhir minggu lalu.
“Ke 15 pasien itu yang masuk kriteria dua sampai tiga minggunya. Jadi kalau tidak masuk kriteria itu, misalnya sudah satu bulan ya sudah enggak bisa. Kalau belum satu minggu juga itu enggak bisa,” kata Fariz.
Selain itu, kata Fariz, kriteria donor plasma untuk terapy plasma konvaselen adalah konvaselen-konvaselen yang sudah sembuh dan dinyatakan sembuh minimal dua sampai tiga minggu. Menurutnya, pasien yang sudah sembuh itu juga kriterianya harus dinyatakan bebas dari inveksi. Artinya, dari hasil pemeriksaan PCR, yang bersangkutan harus negatif Covid-19.
“Kemudian, memiliki antibodi yang cukup. Nanti kita periksa kadar antibodinya, kemudian sarat donor darah secara umum ialah tidak ada hepatitis B, C, HIV, golongan darah dan beberapa penyakit lainnya. Itu perlu dilakukan pemeriksaan,” kata Fariz.
Setelah dilakukan swab dan hasil swab menyatakan negatif, kata Fariz, langkah selanjutnya adalah masuk ke PMI Kabupaten Cirebon untuk pemeriksaan antibodi, screening transfusi, pemeriksaan golongan darah dan lainnya.
Dan kriteria yang tak kalah vitalnya, yakni pendonor harus berjenis kelamin laki-laki. Jika pendonor berjenis kelamin perempuan, maka akan ada reaksi. Jika dipaksakan, kata dia, maka bisa menimbulkan cost yang tinggi untuk pemrosesan plasmanya.
“Karena secara kajian selulernya, di perempuan itu ada salah satu zat yang memungkinkan kalau darahnya itu diberikan ke orang lain, baik perempuan maupun laki-laki, itu akan mengakibatkan reaksi. Walaupun tidak semua perempuan. Cuma kita menghindari risiko itu, karena kalau misalkan kita periksa zatnya, costnya jadi terlalu besar untuk proses plasma ini. Jadi, jalan tengah yang memudahkan, laki-laki yang kita periksa,” paparnya.
Saat ini, imbuh Fariz, sudah ada dua konvaselen yang sudah sembuh dan bersedia mendonorkan plasmanya. Pihaknya juga tengah menghubungi beberapa jejaring lain yang punya pasien sembuh dan diharapkan mau mendonorkan plasmanya. (Islah)