Dirut RSD Gunung Jati: Pemulasaran Jenazah telah Sesuai Pedoman Kemenkes
KABUPATEN CIREBON, SC- Sebuah video berisi pemakaman pasien Covid-19 menghebohkan jagat maya. Keterangan dalam video itu menyebut lokasi pemakaman berada di Blok Parid, Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon.
Dalam video berdurasi 2 menit 49 detik itu, tampak kehebohan bermula saat sejumlah kerabat memaksa membuka peti jenazah seorang laki-laki yang dikabarkan positif terpapar Covid-19.
Kehebohan semakin menjadi kala peti dibuka paksa dan warga mendapati kondisi jenazah yang dianggap tidak layak dimakamkan menurut nilai-nilai agama Islam. Warga terperangah dan histeris setelah mengetahui jenazah yang terbungkus kantong jenazah, kantong plastik, serta satu kain kafan masih mengenakan kaos dan popok dewasa (pampers).
Sontak warga yang berteriak menyaksikan kondisi jenazah mengundang kemarahan kerabat korban. Umpatan dan teriakan terhadap perlakuan terhadap jenazah yang masih mengenakan kaos dan popok dawasa itu menyulut amarah. Terdengar teriakan kerabat yang menenangkan sejumlah orang yang akan mengejar sopir ambulans yang mengantarkan jenazah ke pemakaman.
Menyaksikan kondisi jenazah yang masih mengenakan kaos dan popok dawasa itu, sejumlah warga berteriak jika jenazah belum disucikan. Terdengar usulan agar jenazah dibawa ke rumah duka untuk disucikan dan disalatkan sebelum dikubur secara Islam.
Penelusuran Suara Cirebon mendapati, jenazah tersebut merupakan pasien Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati, Kota Cirebon. Direktur RSD Gunung Jati, Ismail Jamaludin memberikan klarifikasi terkait beredaranya video pemulasaraan pasien Covid-19 yang menghebohkan tersebut.
“Pasien berinisial S jenis kelamin laki-laki dengan usia 37 tahun,” kata Ismail kepada awak media di PSC 119, Jalan Sudarsono, Kota Cirebon, Senin (5/10/2020).
BACA JUGA: Pohon Tumbang Timpa Kendaraan, Satu Kritis Tiga Luka
Ismail menuturkan, pasien masuk ke RSD Gunung Jati pada tanggal 29 September 2020 pukul 17.00 WIB. Pasien yang merupakan warga Kabupaten Cirebon itu, menurutnya, merupakan rujukan dari RS Siloam Putra Bahagia. Ia menambahkan, pasien sempat menolak saat akan diantarkan tenaga kesahatan RS Putra Bahagia ke RSD Gunung Jati menggunakan ambulans.
“Hanya diantar oleh istrinya, dengan catatan dari RS Putra Bahagia disebutkan bahwa pasien tersebut hasil rapid tesnya menunjukkan reaktif,” ujar Ismail.
Dijelaskan Ismail, sejak datang ke RSD Gunung Jati, pasien sudah mengalami sesak nafas. Keesokan hari, pasien menjalani tes usap dan terkonfirmasi positif. Pada 1 Oktober 2020, lanjut Islamil, pasien mengalami penurunan kesadaran dan kondisinya bertambah kritis pada 2 Oktober malam. Dia meyakinkan, pihak keluarga telah diberitahu dan diberi penjelasan ihwal kondisi pasien.
“Tanggal 3 Oktober sekira pukul 14.50 pasien ini meninggal dunia, seketika itu juga kita lakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, karena pasien ini domisilnya di Kabupaten Cirebon,” kata Ismail.
Ismail mengakui proses pemulasaran jenazah pasien Covid-19 tersebut, sudah dilakukan sesuai dengan pedoman dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Sebelum pemulasaraan, kami sampaikan kepada pihak keluarga, yakni istri dan kakaknya, bahwa pasien positif sehingga penanganannya pun sesuai protokol,” paparnya.
Penyakit Penyerta
Ismail menjelaskan, pemulasaran mulai dari pembersihan jenazah, disinfeksi, hingga pembungkusan jenazah sesuai Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes). Dia menerangkan, lapisan pembungkus bagi jenazah penderita Covid-19 terdiri dari plastik, kain kafan, plastik, kantong jenazah, dan peti jenazah. Sesuai protokol itu, dia memastikan jenazah telah dikafani.
Menyinggung soal kaos dan popok yang dikenakan pada jenazah, Ismail menjelaskan, selain terkonfirmasi positif pasien pula menunjukkan adanya penyakit penyerta (comorbid). Setelah dilakukan pemulasaran, sambung dia banyak sekali cairan yang keluar dari tubuh jenazah, mulai dari anus.
“Setelah kami lakukan disinfeksi pada pasien tersebut masih keluar cairan. Bahkan, mohon maaf dari anusnya kami beri kapas tapi tidak mungkinkan dan masih merembes, jadi diputuskan pakai diapers,” jelasnya.
BACA JUGA: Rekomendasi Cawabup Cirebon Resmi Jatuh ke Ayu
Lanjut dia, saat dilakukan pemulasaran, pakaian yang digunakan jenazah sudah banyak rembesan-rembesan dan diputuskan tidak dibuka, karena ditakutkan infeksius.
“Menurut panduan (Kemenkes) juga diperbolehkan kalau memang kondisinya seperti itu,” katanya.
Meski diakui tak ada panduan jelas soal itu, penanganan terhadap jenazah pasien positif diserahkan kepada pihak yang menangani. Dengan alasan keselamatan, pasien dipakaikan kaos dan popok, baru setelahnya jenazah dibungkus dan dimasukkan ke dalam peti.
“Ketika seseorang meninggal dunia, tubuh jadi lembek sehingga cairan tubuh masih dimungkinkan keluar. Baju dan popok dipakaikan (terhadap jenazah) setelah dimandikan seluruhnya, dibungkus plastik untuk hindari penularan, baru dibungkus kain kafan,” tuturnya.
Dia mengatakan, meski disinfeksi telah dilakukan, potensi penularan masih tetap ada sekalipun pasien sudah meninggal. Meski belum ada pembuktian, secara teori, virus pada orang yang sudah meninggal dunia dapat mati pada 4-6 jam kemudian. Selain mencegah kemungkinan penularan, pemakaian pakaian dan popok juga dimaksudkan sebagai bentuk etika terhadap keluarga pasien. Pemakaman jenazah sendiri dilakukan pada Minggu (4/10/2020) pukul 09.00 WIB sebagaimana permintaan keluarga.
Hasil koordinasi dengan Dinkes Kabupaten Cirebon, petugas telah siap di lokasi pemakaman. Ismail menyebutkan, dalam kasus Covid-19 khususnya, pihak rumah sakit tidak bertanggungjawab dalam pemakaman jenazah. Mereka hanya punya wewenang mengantarkan jenazah ke lokasi yang disetujui keluarga.
“Sampai di lokasi pemakaman, ternyata tidak ada petugas. Tapi kemudian, pengemudi ambulans kami mengetahui ada petugas, hanya jaraknya 50 meter dari titik pekuburan,” katanya.
Belakangan diketahui, sempat timbul masalah ketika itu. Petugas yang hendak menguburkan jenazah disinyalir ketakutan setelah mengetahui jenazah yang akan dikubur rupanya positif. Selain itu, pihak keluarga menghendaki jenazah diturunkan dari dalam ambulans dengan alasan akan disalatkan.
Ketika peti jenazah diturunkan itulah, pihak keluarga membuka peti seperti yang tampak pada video yang beredar, Dia memastikan pengemudi ambulance pun dibekali APD untuk kemungkinan membantu pekuburan bila diperlukan. Pihaknya menyesali peti jenazah yang dibuka, mengingat jenazah merupakan pasien positif.
“Take over (pengalihan penanganan jenazah dari rumah sakit kepada petugas pekuburan) tidak mulus. Kunci ambulance bahkan sempat direbut,” bebernya.
Setelah keributan mereda, jenazah dibawa lagi ke dalam ambulance. Namun, pengemudi ambulans bukan dari rumah sakit, melainkan pihak keluarga. Keributan lebih jauh berhasil ditekan ketika petugas dari kepolisian dan TNI mencoba meredakan situasi. Kunci ambulans pun diserahkan kepada pengemudi dari rumah sakit.
Menurut informasi, di rumah keluarga, jenazah yang telah dikeluarkan dari peti kemudian dimandikan dan kembali dibawa ke lokasi pemakaman menggunakan keranda. (M Surya)