KABUPATEN CIREBON, SC- Ratusan buruh yang tergabung pada Serikat Pekerja Nasional (SPN) Cirebon melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Kabupaten Cirebon, Selasa (6/10/2020).
Aski demo tersebut, merupakan buntut dari tindakan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) yang mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU) pada Senin lalu (5/10/2020).
Para buruh menilai RUU Cipta Kerja (Ciptaker) akan merugikan para pekerja (buruh) yang ada di Indonesia. Ratusan buruh Cirebon itu menuntut keadilan kepada DPRD Kabupaten Cirebon untuk menolak UU Ciptaker dan meminta agar undang-undang yang telah disahkan DPR itu untuk dihapuskan.
Di bawah teriknya matahari, demo pun berjalan dengan damai dan kondusif. Setelah massa melakukan orasi beberapa menit kemudian, aparat kepolisian yang berjaga meresponnya, dan membolehkan perwakilan 10 orang untuk melakukan audiensi dengan pimpinan DPRD Kabupaten Cirebon. Ironisnya, antusiasnya massa dalam menuntut keadilan siang itu, dibalas dengan tidak hadirnya pimpinan DPRD beserta jajarannya.
Kabag Persidangan, Chaidir mengatakan, pimpinan DPRD Kabupaten Cirebon dan anggota Komisi I, II, III, dan IV sedang bertugas di wilayah III Cirebon, sehingga tidak bisa menghadiri audiensi. Audiensi pun dipimpin Chaidir dengan didampingi aparat kepolisian.
“Apa boleh buat, karena pimpinan DPRD dan komisi lain lagi ada dinas di Wilayah III, untuk audiensi akan saya pimpin,” kata Chaidir, saat audiensi di ruangan DPRD Kabupaten Cirebon.
BACA JUGA: Akademisi IAIN Cirebon Ungkap Kejanggalan RUU Cipta Kerja
Meski siap menampung aspirasi para demonstran, namun Chaidir mengaku tidak dapat mengambil keputusan.
“Saya di sini hanya bisa menampung aspirasi dan menyampaikannya, adapun untuk pemberi kebijakan dan keputusan itu ada di pimpinan, jadi nanti akan saya sampaikan dan besok akan diinformasikan hasil dari kebijakan pimpinan,” ujarnya.
Perwakilan massa pun membacakan beberapa poin tuntutan yang dapat merugikan masyarakat, khususnya buruh.
Ketua PUK SPN, Afandi mengatakan, sedikitnya ada sebelas poin yang menjadi tuntutan buruh. Pihaknya menilai, dengan adanya UU Ciptaker ini, membuat masyarakat semakin sulit untuk mendapatkan pekerjaan.
“Poin utama yang kami tuntut yaitu di pasal 59 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perihal pembatasan jangka waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), kalau dihapus, maka sistem kerja menjadi kontrak terus menerus tanpa batas (kontrak seumur hidup), ini sangat merugikan bagi kami,” kata Afandi kepada Suara Cirebon.
Sementara itu, lanjut Afandi, sepuluh poin lain yang menjadi tuntutan untuk dibatalkan dan dihapuskan yakni, uang pesangon yang akan dikurangi, uang perhitungan masa kerja dikurangi, uang pergantian hak yang sekarang bukan wajib lagi, sanksi pidana terhadap pengusaha nakal akan dihilangkan, UMK dan UMSK akan dihilangkan, upah masa tunggu proses PHK akan dihilangkan, TKA bebas untuk menduduki jabatan manapun, akan dihilangkannya upah lembur, dihilangkannya hak cuti, dan tidak adanya uang pensiun bagi karyawan.
Pantauan Suara Cirebon, setelah tuntutan dan aspirasi massa disampaikan, massa sempat kesal. Pasalnya, tidak ada hasil keputusan yang pasti dan memihak kepada rakyat. Mereka juga harus menunggu keputusan dari pimpinan DPR esok harinya.
BACA JUGA: Tolak RUU Ciptaker, Buruh Cirebon Dukung Mogok Nasional
“Karena hari ini tidak ada hasil, kami akan kembali berdemo ke sini lagi,” kata Afandi.
Pihaknya berharap, semua pasal-pasal pada RUU Ciptaker atau Omnibus Law yang telah disahkan menjadi UU itu, bisa dibatalkan dan dihapuskan agar tidak ada lagi kezaliman yang dialami oleh masyarakat Indonesia. (Yusuf)