KABUPATEN CIREBON, SC- Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggerebek tempat penampungan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) atau TKI ilegal di tiga lokasi di wilayah Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, Sabtu (17/10) malam.
Di tempat itu, petugas mendapati 25 orang CPMI atau calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang dijanjikan akan diberangkatkan ke Taiwan dan Polandia.
Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengatakan, para calon TKI itu ditempatkan di tiga rumah berbeda masing-masing di perumahan Roro Cantik Desa Plumbon, Desa Karang Asem dan di Perumahan Griya Kejuden, Kecamatan Plumbon.
“Jumlah totalnya ada 25 orang. Mereka dijanjikan akan diberangkatkan ke Taiwan dan Polandia. Ada yang baru dua bulan tapi ada juga yang sudah lebih dari satu tahun, tapi sampai kini belum ada yang diberangkatkan,” kata Benny, usai penggerebekan.
Menurut Benny, tiga tempat penampungan tersebut dikelola oleh Titin Marsinih yang mengaku sebagai sponsor atau calo TKI. Titin Marsinih melakukan perekrutan dan menampungnya di tiga tempat tersebut. Sesuai aturan, kata Benny, yang berhak mengelola penampungan calon TKI adalah perusahaan Balai Latihan Kerja (BLK) luar negeri.
Benny menjelaskan, pihaknya akan melihat pasal-pasal tentang tindak pidana perdagangan orang dari kejadian tersebut.
“Tapi bahwa unsur penampungan tidak resmi adalah fakta, kita sudah lihat sendiri. Perseorangan tidak boleh melakukan penampungan kepada mereka calon PMI. Karena penampungan hanya bisa dilakukan perusahaan BLK luar negeri,” tegas Benny.
Setelah diselidiki, rata-rata calon TKI dipungut biaya mulai dari Rp 45 juta hingga Rp 52 juta.
“Ada pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan dan penghematan sebesar-besarnya. Rata membayar Rp 45 juta hingga Rp 52 juta. Ini baru sementara, belum lagi ada permintaan lain hingga berangkat ke negara penempatan,” kata Benny.
Benny mengatakan pemberangkatan melalui cara ilegal berisiko besar terhadap keselamatan TKI, seperti rentan terjadinya kekerasan fisik dan seksual, upah dibayar tak sesuai kontrak, eksploitasi, jam kerja melebihi batas, putus hubungan kerja sepihak dan lainnya.
“Negara hadir untuk memberikan perlindungan,” kata Benny.
Benny menambahkan permintaan biaya untuk berangkat ke negara penempatan sudah diatur oleh pemerintah.
“Untuk biaya itu, negara penempatan terkait seperti Taiwan sekitar Rp 17 juta. Di sini over, melebihi ketentuan yang ada. Meminta uang di luar ketentuan yang diatur, ini bisa dikatakan kejahatan,” kata Benny.
Menurutnya, pengelola tempat penampungan tersebut bekerja sama dengan salah satu perusahaan bernama PT Lintas Cakrabuana yang beralamat di Cilacap, Jawa Tengah. Namun, dari hasil penelusuran BP2MI, ternyata PT tersebut tak ditemukan. Di dalam daftar perusahaan yang ada pada sistem BP2MI, hanya ditemukan PT Lintas Cakrawala Buana. Oleh karenanya, BP2MI akan menindaklanjuti legalitas status PT Lintas Cakrabuana itu.
“Artinya apakah kesalahan yang dilakukan Titin ini. Mulai besok kita akan koordinasi dengan ketenagakerjaan, apakah ada izin atau sudah dicabut. Legal atau ilegal. Tapi hal-hal lainnya kita lihat penampungan ilegal adalah fakta yang bisa dikenakan. Kemudian, bisa indikasikan pada perdagangan orang,” terang Benny.
Selain itu, Benny juga merasa prihatin dengan tempat penampungan diduga ilegal itu. Pasalnya, penampungan tersebut dinilai tidak layak karena kotor dan berbau.
“Ini menjadi perhatian pemerintah,” paparnya.
Sementara, Titin Marsinih mengaku sudah menjalankan usahanya itu selama tiga tahun. Ia mengaku hanya merekrut dan menampung calon TKI di tempat tersebut.
“Ada yang bawa ke sini, saya tidak cari langsung. Kalau untuk TKI laki-laki baru satu tahun,” katanya. (Islah)