KOTA CIREBON, SC – Komisi II DPRD Kota Cirebon mendorong terbitnya Peraturan Wali Kota Cirebon tentang Program Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Hal itu dilakukan agar pemberian bantuan dapat dilaksanakan lebih cepat dan mudah.
Ketua Komisi II DPRD Kota Cirebon, Watid Shariar mengatakan, didorongnya Perwali tentang Rutilahu, karena program yang anggarannya berbasis APBD Pemerintah Kota (Pemkot) itu Cirebon belum ada. Menurut Watid, selama ini Pemkot Cirebon hanya mengandalkan program rutilahu dari pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, yang anggarannya hanya sekadarnya saja.
“Hanya sekadarnya saja, misalnya hanya 10 unit atau juga dalam bentuk (anggaran) bencana dan sebagainya yang notabenenya anggaran per rumahnya hanya Rp15 sampai Rp17 jutaan,” kata Watid kepada Suara Cirebon, usai rapat koordinasi dengan DPRKP dan Dinsos mengenai rutilahu di ruang rapat Komisi II, Selasa (12/1/2021).
Ke depan, pihaknya menginginkan adanya penambahan kuota dan dapat lebih cepat lagi program ini dirasakan oleh warga yang rumahnya sudah tidak layak huni.
“Ke depannya harus ada penambahan volume atau kuota, karena ini adalah permasalahan serius dan data yang sudah terakumulasi ada 4.800 sekian rumah yang layak dibantu untuk perbaikan,” tegas Watid.
Sementara setiap tahun rumah yang rusak bisa saja bertambah, sehingga menurut Watid, jika Pemkot hanya mengharapkan bantuan pemerintah pusat dan provinsi, yang mendapat bantuan hanya di kisaran 300 unit dalam jangka satu tahun.
“Jadi mau tidak mau 20 tahun baru bisa selesai, oleh sebab itu dengan cara kita sendiri yang menganggarkan, misalnya satu tahun 200 sampai 250 unit kali Rp15 juta kan hanya Rp4 miliar, bisa menggunakan anggaran daerah,” kata Watid.
Watid menilai, selama ini Pemkot Cirebon telah menggunakan anggaran untuk hal yang sangat tidak penting, seperti pembangunan gapura di setiap RW.
“Itukan anggaran yang tidak sedikit, misalnya ada 200 unit gapura di setiap RW per gapura Rp100 juta, itu bisa sampai Rp25 miliar. Mana yang lebih penting gapura apa kesejahteraan warga. Ya pastinya kesejahteraan warga dong, rumah warga yang atapnya sudah lapuk, tidak kah kasihan? Kita mau dorong itu supaya yang 4.800 unit itu barangkali dalam waktu 7 tahun dapat selesai semua,” ujarnya.
BACA JUGA: Komisi IV Dukung Keterlibatan MUI
Sementara itu, Kepala DPRKP Kota Cirebon, Agung Sudiono menjelaskan, saat ini program tidak berbentuk uang.
“Dulu kan bantuan Rutilahu ini bentuknya uang dan itu melalui Dinsos, kalau tidak salah Rp6 atau Rp7 juta. Nah sekarang ini, rutilahu ditangani DPRKP dalam bentuk bantuan material. Warga menerima sudah (wujud) bahan bangunan dan tidak menerima uang yang akan dibelanjakan,” kata Agung.
Dengan pola seperti itu, menurut Agung, warga penerima bantuan tidak bisa memanfaatkan uang untuk kebutuhan lain, karena yang diterima bahan bangunan.
Sementara terkait keinginan Komisi II DPRD Kota Cirebon agar persyaratan bagi warga yang rumahnya mendapatkan bantuan program rutilahu dipermudah, Agung mengatakan, yang terpenting adalah syarat kepemilikan tanah.
“Yang diinginkan Komisi II segala persyaratan lebih dipermudah terutama terkait dengan masalah memiliki atau menguasai tanah dengan bukti kepemilikan yang sah. Sedangkan yang sah itu, semuanya juga tahu, ada sertifikat hak milik, ada sertifikat guna bangunan, ada sertifikat hak pakai dan leter c, dan girik yang semuanya harus ada bukti kepemilikan yang sah,” tambah Agung.
Agung juga meyakini, warga Kota Cirebon yang tidak memiliki bukti kepemilikan tanah itu sangat kecil jumlahnya. Syarat lainnya, lanjut Agung, yakni tidak boleh ada di sekitar bantaran sungai karena melanggar tata ruang.
Selain DPRKP, Dinsos pun diundang Komisi II membahas hal yang sama. Diundangnya Disnos berkaitan dengan rumah ambruk, karena mereka yang memiliki kewenangan untuk membantu rumah ambruk karena lapuk.
BACA JUGA: Eti Kembali Nakhodai NasDem Kota Cirebon
“Kita diundang karena berkaitan dengan rumah ambruk, karena ini kewenangan dinsos, membantu masyarakat yang rumahnya ambruk karena kondisi. Kami tidak membantu rumah ambruk karena bencana,” kata Kepala Dinas Sosial Kota Cirebon, Santi Rahayu.
Dijelaskan Santi, rumah ambruk disebabkan bencana alam, untuk bantuan memperbaiki menjadi kewenangan DPRKP bukan kewenangan Dinsos kembali. (Surya)