CIREBON, SC- Saat memberikan sambutan sekaligus membuka Muktamar Persatuan Mahasiswa Bahasa Arab Indonesia atau yang dikenal dengan ITHLA secara virtual, Kamis (29/7/2021), Dirjen Pendidikan Islam (Pendis) Kementrian Agama RI, M. Ali Ramdhani juga memberikan pesan-pesannya.
Diungkapkan Ali, ITHLA tengah berikhtiar melakukan transformasi kelembagaan organisasi melalui wilayah yang berdikari. Untuk itu, menurut dia, ketika sebuah organisasi ingin bertransformasi untuk berdikari, maka hal itu tentu merupakan sesuatu yang bagus. Pasalnya, kemandirian suatu organisasi tentu baik untuk siapapun, termasuk ITHLA.
“Tetapi berdikari dari sisi apa, apakah manajemen, pemikiran, atau apa?” katanya.
Tetapi, menurut Ali, apapun pilihannya berdirikari harus tetap mempertimbangkan washatiyah. Untuk itu, ITHLA harus mengedepankan unsur kemahasiswaannya, ke-Indonesiaannya, kebahasaarabnnya, dan washatiyah lain-lain.
“Bertransformasi menjadi organisasi berdikari itu penting, tetapi sebagai insan yang memerkokoh dan menjunjung tinggi kearifan lokal, harus tetap dipertahankan terutama demi bangsa Indonesia dengan kekayaan budayanya. Jangan sampai kita lupakan,” ujarnya.
Bahasa Arab, Ali menegaskan, penting kedudukannya dalam agama Islam. Tetapi juga jangan melupakan konteks budaya dan sosial yang ada di Indonesia. Untuk itu, pihaknya mengajak washatiyah dalam rangka transformasi untuk berdikari.
“Ketika kita sudah moderat dalam perkataan maupun tindakan, Insya Allah kita akan menjadi yang terbaik,” jelasnya.
Ali memaparkan, sifat washat seperti disebutkan dalam Al-Qur’an merupakan sebagai wujud ekspresi atau karakter dari Islam washatiyah atau moderasi beragama. Hal ini yang sejatinya menjadi pondasi dalam kerangka mewujudkan keumatan wasathan.
“Dalam konteks muktamar ini, salah satu ciri dari umatan wasathan adalah dengan cara musyawarah. Maka kita kedepankan aspek musyarawah dalam muktamar ini. Karena dengan musyawarah inilah aspek keadilan akan mudah diraih,” terangnya.
BACA JUGA: Apresiasi IAIN Cirebon, Dirjen Pendis Buka Muktamar ITHLA IX
Ali berharap, melalui musyararah yang baik dapat menemukan, mengembangkan, memberikan perluasan ikhtiar-ikhtiar, dan peran dari ITHLA. Paling tidak, lanjut dia, mencakup 5 hal, pertama, mengampanyekan Bahasa Arab sebagai bahasa penebar perdamaian dan penyebar toleransi.
“Mengingat peminat studi Bahasa Arab di Indonesia tersebar hampir di seluruh daerah, baik di lingkungan perguruan tinggi, pesantren, maupun madrasah,” jelasnya.
Yang kedua, lanjut Ali, ITHLA adalah wadah bagi anak-anak muda untuk mengembangkan talenta kebahasaan dan sebagai saluran administrasi dari nilai-nilai organisasi atau kepemimpinan. Ketiga, ITHLA harus membangun, tidak saja di dalam negeri, tapi juga perlu menjangkau jaringan luar negeri, baik untuk kampanye kebahasaaraban maupun pesan moderasi di tingkat global.
“Keempat, ITHLA yang memiliki jaringan hapir di seluruh daerah di Indonesia memiliki modal untuk dijadikan ajang pertukaran budaya, tradisi, dan kearifan lokal. Kelima, ITHLA sebagai wahana peminat Bahasa Arab lintas disiplin, tidak hanya secara langsung dalam prodi Bahasa Arab tetapi juga menekuni hirosah Islamiyah secara umum,” pungkasnya. (Arif)