CIREBON, SC- Ratusan anggota Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya menggeruduk kantor Bupati Cirebon melakukan unjuk rasa, Selasa (26/10/2021).
Dalam unjuk rasa tersebut, massa FSPMI menuntut empat hal, di antaranya Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja (UU Ciptaker) dicabut dan meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 10 persen pada tahun 2022 mendatang.
Sekjen KC FSPMI Cirebon Raya, Moch. Machbub mengatakan, ada indikasi tahun 2022 dengan regulasi baru TP 36 Turunan Ciptaker tidak akan ada kenaikan UKM yang artinya upah buruh akan stagnan.
“Bahkan ada bocoran kalau UMK nilainya minus, artinya, stagnan tidak ada penambahan. Tapi, rilis dan teknis juknisnya dari Kemnaker nanti sekitar awal November akan rilis di masing-masing disnaker kota dan kabupaten. Makanya kita minta naik UMK sebesar 7 sampai 10 persen,” kata Machbub.
Pihaknya telah melakukan survei Koevisien Hidup Layak (KHL) di beberapa pasar. Karena, lanjut Machbub, pada undang-undang ketenaga jerjaan yang lama yakni Undang-Undang No 13 Tahun 2003, skema kenaikan upah buruh dihitung berdasarkan KHL.
“Kita survei di Pasar Minggu Pasar, Pasar Plered dan Pasar Arjawinangun didapat dari KHL 64 item yaitu sekitar rata-ratanya di angka Rp3 juta. Makanya kita meminta pemerintah kabupaten untuk menaikkan upah sebesar 10 persen,” jelasnya.
Tentang penolakan Undang-Undang Cipta Kerja, menurut Machbub, akan terus digaungkan karena dinilai sangat berpihak pada kepentingan pemodal.
“Penolakan UU Ciptaker masih digaungkan dan judicial review dengan melakukan kegiatan uji formiil, materiil, dan immateriil,” kata Machbub.
BACA JUGA: Pemda Diminta Komitmen Soal JKN
Meski, pernyataan dari saksi, kecil kemungkinan untuk memperoleh kemenangan, pihaknya dan FSPMI seluruh Indonesia akan lakukan mogok.
Pihaknya juga menuntut pemberlakukan UMSK atau Upah Minimal Sektoral Kabupaten. “Kita minta segera diberlakukan, karena UU Cipataker ada UU 1441 A kalau UU ini diberlakukan tahun ini maka UMSK tahun ini masih diberlakukan. Sementara, sejak tahun 2020 masih belum diberlakukan,” katanya.
Terakhir, dengan adanya UU Ciptaker setiap perusahaan sudah mencampurkan tangannya dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Pengusaha memasukkan nilai-nilai ciptaker ke dalam PKB, sehingga membuat kemerosotan kesejahteraan pekerja secara drastis.
“Contoh, aturan kan seharusnya kontrak kerja 5 tahun. Tapi, karena ada unsur UU CIptaker jadi 3 tahun, dan ini sudah terjadi di sebagian perusahaan,” ujarnya.
Demo di Balai Kota
Dalam orasinya, Sekjen KC FSPMI Cirebon Raya, Moch. Machbub mengatakan, UU Ciptaker ini, telah menurunkan kesejahteraan kaum buruh atau pekerja. Salah satu akibat yang akan dirasakan dari disahkannya Undang-Undang tersebut adalah kecilnya Upah Minimum Kabupaten/Kota tahun 2022.
“Padahal setiap tahunnya kebutuhan buruh atau pekerja semakin meningkat seiring naiknya harga-harga barang pokok atau sembako,”katanya.
BACA JUGA: Bupati Cirebon Ajak Kadin Pulihkan Ekonomi
Selain itu Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 telah membuat kesejahteraan dan hak-hak buruh atau pekerja di perusahaan banyak dikebiri. Salah satu hak pekerja di perusahaan yang kini coba dirusak oleh para pengusaha hitam adalah perusahaan memaksakan memasukan Omnibuslaw dalam pembentukan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
Dimana dalam isi Perjanjian Kerja Bersama pengusaha mereduksi atau menurunkan kesejahteraan pekerja yang sudah ada. Meski dalam situasi pandemi yang berakhir namun selama ini pekerja sudah banyak memberikan kompromi demi berjalannya perusahaan tetapi jika Omnibuslaw tetap dimasukan dalam Perjanjian Kerja Bersama maka ini jelas mengkhianati asas keadilan bagi buruh atau pekerja.
“Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) akan terus melakukan penolakan agar Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibuslaw dibatalkan dengan cara aksi,” pungkasnya. (Surya/Sarrah/Job)