KOTA CIREBON, SC- Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) menolak hasil rapat Dewan Pengupahan Kota (Depeko) Kota Cirebon yang menyepakati UMK naik hanya 1,49 persen.
Selain menolak, KSPSI pun terpaksa walk out sebelum rapat selesai. Mereka menilai kenaikan UMK 1,49 persen yang jika dinominalkan Rp33.741,78, masih sangat jauh dengan kebutuhan perekonomian para pekerja atau buruh.
Selain itu KSPSI juga menegaskan, sikap walk out dimabil lantaran tidak ada kesepakatan antara APINDO dengan KSPSI.
“Mereka (Apindo) bertahan di angka 1,7 persen. Ini sangat jauh sekali, sedangkan kami minta 17 persen,” kata Sekretaris KSPSI Kota Cirebon, Andi M. Rosul kepada awak media, Selasa (23/11/2021).
Angka 17 persen yang diminta KSPSI untuk UMK tahun 2022, berdasarkan usulan dari para buruh atau pekerja serta naiknya harga pokok perekonomian. Angka 17 persen ini, menurut Andi, akan berdampak pada daya beli.
“Beseran UMK ini lebih kecil dari tahun-tahun sebelum ini sangat tidak manusiawi, tentunya kami menolak,” kata Andi.
Mewakili para pekerja, KSPSI meminta kepada Wali Kota Cirebon turun tangan dan memberikan solusi atas penetapan UMK tahun 2022 yang dinilai masih sangat kecil.
“Kami paham acuan mereka PP 36 tahun 2021. Tapi itu aturan bukan kitab suci, bisa dong UMK-nya ditambahkan demi kesejahteraan pekerja atau buruh,” katanya.
Wakil Ketua Apindo Kota Cirebon, Darwis Rahmansyah menjelaskan, apa yang disebutkan oleh pihak pekerja tidak sepenuhnya benar. Karena pada saat melakukan negosiasi di sela skorsing rapat pleno, justru pihak perwakilan pekerja yang menghentikan sepihak proses negosiasi ini.
“Perlu kami luruskan, ketika mereka menyampaikan keinginan kenaikan UMK 2022 di angka 10 persen. Kemudian belum sempat kami menjawab (tawaran itu), mereka sendiri yang meminta mengakhiri diskusi, karena alasan supaya cepat tuntas rapatnya,” ungkapnya.
Selain itu, terkait keinginan apindo yang bersikukuh agar prosentasi kenaikan UMK tetap berada di angka maksimal 1,7 persen, menurutnya hal ini sudah mengacu pada ketentuan PP 36/2021, yang mana besaran kenaikan UMK ditentukan dengan dua pilihan, mengacu pada angka inflasi atau laju pertumbuhan ekonomi. Pihaknya memilih mengacu pada angka inflasi yang 1,7 persen itu, karena nilainya lebih tinggi dari laju pertumbuhan ekonomi.
Diputuskan di Rapat Depeko
Sebelumnya, Dewan Pengupahan Kota (Depeko) Cirebon memutuskan, Upah Minimum Kota (UMK) Cirebon tahun 2022 naik 1,49 persen atau jika dinominalkan sebesar Rp33.741,78.
Rapat yang dihadiri Apindo, serikat pekerja, pakar, akademisi dan jajaran SKPD Pemerintah Kota Cirebon itu, sempat berjalan alot. Rapat itu, merupakan rapat lanjutan yang sebelumnya telah dilaksanakan beberapa waktu lalu.
Plt Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Cirebon Eli Haryati, mengatakan, naiknya UMK 1,49 persen ini hasil kesepakatan sejumlah pihak yang hadir pada rapat.
Langkah kedepannya, hasil keputusan itu akan disampaikan ke Wali Kota Cirebon dan Gubernur Jawa Barat untuk dikaji kembali oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Berdasarkan dari rapat tersebut kita rumuskan angka-angka berdasarkan dari BPS itu didapatkan angka kenaikan sebesar Rp33.741,78 atau sekitar 1,49 persen dari UMK 2021, yakni Rp2.271.201,73,” ungkap Eli, Selasa (23/11).
Menurut Eli, penetapan UMK ini, sudah diaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021. Dalam aturan tersebut menyebutkan, sudah terdapat formulasi baku penetapan dan standar perhitungan dari Upah Minimum baik dari provinsi, hingga ke Kabupaten/Kota.
“Kita hitung kenaikan UMK yang disepakati berdasarkan perhitungan formulasi tersebut. Jadi berdasar PP no 36 tahun 2021 didapati angka tersebut. Apalagi itu sudah termasuk Rencana Strategis Nasional (Renstra, red),” ungkap Eli.
Eli mengeklaim, kenaikan UMK 1,49 persen terbilang sudah tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya di Wilayah III Cirebon atau se-Jawa Barat.
BACA JUGA: UMK 2022 Berpotensi hanya Naik Rp10.426, FSPMI Sebut UU Omnibus Law Mimpi Buruk Kaum Buruh
Bahkan, lanjut Eli, besaran kenaikan UMK ini membuat Kota Cirebon masuk lima besar daerah di Jawa Barat yang kenaikan UMK-nya di atas Rp30.000.
“Kita masuknya tinggi, karena rata-rata itu banyak yang tidak naik juga. Adapun yang naik itu kisaran Rp10-13 ribu. Sehingga, kami masih berada di lima besar untuk di atas Rp30.000,” ujarnya.
Meskipun sempat alot bahkan pihak Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kota Cirebon yang menyatakan walk out, Eli menegaskan, hasil keputusan akan tetap diajukan ke Wali Kota Cirebon.
“Wajar saja mengajukan suatu aspirasi tetapi secara mekanisme rapat mereka sudah datang. Artinya bukan tidak hadir. Namun karena tuntutannya tidak terakomodir. Kita hargai, tapi secara kuorum proses rapat dan berdasar tatib yang ada itu sah,” pungkasnya. (Surya)