KABUPATEN CIREBON, SC- Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cirebon mencanangkan Grage Restoratif Justice (GRJ) yakni sebuah lembaga untuk membantu menyelesaikan permasalahan hukum antarmasyarakat agar dapat selesai di tingkat desa. Pencanangan GRJ dilakukan di Desa Kamarang, Kecamatan Greged, Rabu (30/3/2022).
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon, Hutamrin, mengatakan, tujuan dibentuknya GRJ adalah untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang timbul dimasyarakat, baik terkait pidana umum ataupun permasalahan lainnya. Pihakaya menargetkan, tahun 2022 ini GRJ bisa dibentuk di 412 desa se-Kabupaten Cirebon.
“Desa (Kamarang, red) ini kami pilih karena kami melihat yang paling siap. Nantinya tidak hanya di Kamarang, target kita nanti seluruh desa bisa dibentuk GRJ,” kata Hutamrin.
BACA JUGA: Kasus Pajak DD Seret Banyak Perangkat Desa
Menurutnya, inisiasi pembentukan GRJ tersebut sebagai wujud hadirnya instrumen Aparat Penegak Hukum (APH) dalam setiap permasalahan yang ada di masyarakat. Nantinya, lanjut dia, pada teknisnya akan melibatkan banyak pihak seperti pemdes, Polri, TNI dan unsur lainnya. Sehingga potensi atau dampak negatif dari suatu permasalahan bisa diminimalisir.
“Ketika ada persoalan akan kita lakukan musyawarah, sehingga penanganan persoalan cukup diselesaikan di tingkat desa saja. Teknisnya nanti bisa melalui zoom atau media lainnya,” terangnya.
Ia menjelaskan, sosialisasi pembentukan GRJ berdasarkan pedoman Surat Edaran (SE) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor: B475/E/Es.2/02/2022 tanggal 08 Februari 2022 tentang Pembentukan Kampung Restorative Justice.
BACA JUGA: Kasus Penggelapan Pajak DD segera Dilimpahkan ke Pidsus, Kajari: Tak Ada Aturan Cash Back Pajak
Kegiatan sosialisasi GRJ ini, sambung dia, bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat agar menjadi agen gerakan tersebut.
“Kalau ada warga yang melakukan tindak pidana umum, maka dapat dimediasi terlebih dahulu agar bisa dilakukan musyawarah untuk dilakukan penghentian perkara dengan memperhatikan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Kejaksaan Agung Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Keadilan Restoratif,” ujarnya.
Hutamrin menambahkan, penghentian perkara berdasarkan keadilan restoratif bertujuan untuk terselesaikannya penanganan perkara secara cepat, sederhana dan biaya ringan, serta terwujudnya kepastian hukum yang lebih mengedepankan keadilan yang berdasarkan hati nurani.
BACA JUGA: Penggelapan Pajak DD Kejahatan Luar Biasa, Siapa Aktor Intelektualnya?
Ia berharap, para kuwu dan camat bisa menjadi agen untuk memberikan pemahaman kepada seluruh masyarakat di wilayahnya masing-masing.
“Apabila terdapat warganya yang melakukan tindak pidana umum agar segera melakukan mediasi untuk dilakukan penghentian perkara berdasarkan restoratif justice,” pungkasnya. (Islah)