Hal itu seperti dikatakan Guru Besar IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Prof Dr Septi Gumiandari MAg.
Kisah ini dimulai selepas dirinya menyelesaikan jabatan ketua di Lembaga Penjamin Mutu (LPM) IAIN Syekh Nurjati Cirebon tahun 2019. Prof Septi mulai belajar mendalami lebih intens dunia publikasi. Meski sebenarnya menulis dan meneliti sudah lama dilakukannya, yaitu semenjak dirinya kuliah dan diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Namun, kata dia, mempublikasikan karya ilmiah hasil penelitian adalah hal yang berbeda. Dalam publikasi karya ilmiah, terdapat 2 hal penting yang harus dimiliki seorang penulis, yakni kemampuan kendali diri dan perubahan mindset.
BACA JUGA: Guru Besar IAIN Cirebon Bertambah
“Dalam dunia publikasi, tidak selamanya artikel yang ditolak itu karena kualitasnya yang kurang baik, tapi bisa jadi karena masalah scope (ruang lingkup jurnal yang tidak sesuai dengan naskah yang dikirimkan), gaya selingkung jurnal yang berbeda dengan kebiasaan kita menulis, masalah antrian yang panjang dalam jurnal, dan lain-lain,” kata Prof Septi melalui keterangan yang ditulisnya di Sukabumi, Selasa (7/6/2022).
Karena itu, Prof Septi menegaskan, dalam hal ini perubahan mindset dan menekan ego diri sangat diperlukan. Itulah mengapa Prof Irwansyah menyatakan dari authorship (penulis) ke editorship (editor).
Untuk itu, jelas Prof Septi, dalam mempublikasikan karya, penulis tidak bisa memaksakan keinginannya terhadap jurnal yang dituju. Namun, penulis perlu mengetaahui keinginan editor, gaya selingkungnya, termasuk bagaimana menyenangkan pihak editor dengan men-submit artikel sesuai dengan pola penulisan dalam jurnal.
“Segera memperbaiki catatan yang diberikan dan mensitasi artikel-artikel yang ada di dalam jurnal yang dituju,” terangnya.
Intinya, tegas Prof Septi, penulis tidak dapat mengendalikan orang lain, termasuk editor dan reviewer jurnal. Tetapi, penulis bisa mengendalikan diri sendiri untuk menyesuaikan dengan keinginan mereka.
BACA JUGA: Wow, Tahun Ini FITK IAIN Cirebon Targetkan 2.000 Sarjana
Sehingga, Prof Septi mengungkapkan, kendati dirinya baru mengenal beberapa jurnal internasional terindeks scopus dan masih terus perlu belajar lagi, namun dirinya telah berhasil mempublikasikan jurnal internasionalnya di Qudus International Journal of Islamic Studies (QIJIS).
“Itu sebetulnya factor lucky (beruntung) saja,” ujar Prof Septi merendah.
Sebelumnya, Prof Septi mengisahkan, pada tahun 2019 dirinya mengikuti konferensi yang diadakan di Kudus. Ternyata, artikel dirinya terpilih menjadi artikel yang layak published dalam jurnal terindeks scopus pada tahun 2020.
“Padahal dari sisi kualitas, artikel saya masih sangat jauh dari sempurna. Karena itu, semuanya pasti ada rencana Tuhan di dalamnya,” kata Prof Septi merendah lagi.
Saat ini, lanjut Prof Septi, dirinya mulai belajar gaya selingkung artikel dalam jurnal internasional bereputasi di luar Indonesia. Bahkan, dalam waktu dekat, artikelnya dengan judul “Trajectory of Islamic Psychology; Problems and Prospects” dan “Islamic Resilience as Spiritual and Psychological Coping Strategies in Islamic Psychology in Pandemic Era” akan terpublikasi dalam jurnal HTS Teologiese Studies (Q1) dan AFKAR Journal University Malaysia (Q2).
BACA JUGA: 899 Mahasiswa Diwisuda, Alumni IAIN Cirebon Emban Misi Keilmuan dan Keislaman
“Keduanya sudah melalui tahapan review konten, sekarang masuk pada tahap proofread bahasa. Mohon doanya, semoga segera dapat terpublikasi ya,” ucapnya.
Prof Septi memaparkan, proses pengajuan guru besar dirinya dilakukan pada tahun 2021. Meskipun sejujurnya, dia merasa belum yakin betul dengan kapasitasnya untuk melaju ke jenjang professorship.
Namun, Prof Septi menerangkan, karena kepangkatannya sebagai ASN yang sudah lumayan lama di golongan IV/c tahun 2013, dan beberapa teman serta bagian kepegawaian IAIN Syekh Nurjati Cirebon pun sudah mulai ‘gerah’ dengan mandegnya karir Prof Septi yang belum juga move on mengajukan kenaikan pangkat baru, akhirnya dirinya pun mengajukan diri sebagai guru besar.
“Akhirnya, bismillah saya ajukan diri menjadi guru besar dengan bidang ilmu “Psikologi Pendidikan Islam” (sesuai dengan peminatan saya),” katanya.
Prosesnya pun tidak mudah, Prof Septi mengungkapkan, karya ilmiah yang ditulisnya dengan ijazah S3-nya di bidang Pemikiran Islam yang menjadi syarat pengusulan guru besar dirinya ternyata tidak linier. Sehingga, dia diminta untuk merevisi artikelnya ke bidang ilmu Pemikiran Islam.
BACA JUGA: Polresta Cirebon Tangkap 60 Tersangka, Geng Motor Terbanyak
“Proses ini lumayan memakan waktu perenungan bagi kami (saya dan suami). Wal-hasil, kami memutuskan untuk menerima revisi tersebut, dengan pola pikir pemikiran Islam sangatlah luas yang di dalamnya juga bisa mengokomodasi ilmu keislaman lainnya, termasuk Psikologi Pendidikan Islam yang saya minati. Hingga akhirnya per-April 2022, SK GB (Surat Keputusan Guru Besar) saya tersebut turun dengan bidang ilmu Pemikiran Islam,” tutur Prof Septi.
Kendati profesor merupakan gelar tertinggi bagi seorang pendidik atau dosen, namun dirinya akan terus belajar sampai kapanpun. Karena, bagi Prof Septi, jabatan profesor tidak boleh dianggap sebagai capaian akhir dari seorang akademisi.
“Life long learner (pembelajar seumur hidup). Saya ingin menjadi pembelajar sejati sampai kapanpun. We are in process (kami sedang dalam proses) untuk selalu menimba ilmu pengetahuan Allah yang sangat luas itu. Bukankah belajar itu konsepnya sepanjang hayat? Apa yang kita ketahui pastinya sangat sedikit dari luasnya samudra pengetahuan yang hakiki (ilmu Allah),” terangnya.
BACA JUGA: Geng Motor Terus Diburu
Karena, Prof Septi menegaskan, bila kita merasa puas, merasa sudah menguasai dan berhenti menimba ilmu, maka kita sebenarnya telah terjebak pada arogansi intelektual.
“Bagi saya, profesor itu hanyalah jabatan sematan dari kepangkatan karir dosen semata. Jadi, nothing to loose (tak akan ada yang berubah), apalagi harus menutup kran dan semangat saya untuk belajar. Mohon doa, semoga saya terus bisa belajar dan be socially humble (rendah hati secara sosial), karena saya bukanlah siapa-siapa. Salam hangat,” pungkasnya. (Arif)