Menuut AR, kronologis kejadian tersebut bermula ketika dirinya mengantarkan orang tuanya ke rumah terdakwa di wilayah Kedawung karena sakit. Ia sendiri saat itu masih tinggal di wilayah Kecamatan Tengahtani. Dalam mengantar orang tuanya ke rumah terdakwa tersebut, AR hanya ditemani anaknya (korban) yang saat itu masih berusia 10 tahun.
BACA JUGA: Kekerasan Seksual di Kabupaten Cirebon Dominasi Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak
“Tiba-tiba sesampainya di sana, setelah membuka pintu, kakak (ipar, red) langsung menampar anak saya dengan tangan kanan. Saya sendiri waktu itu tidak tahu penyebabnya,” kata AR.
Ia mengatakan, tamparan keras pelaku tersebut hingga menyebabkan salah satu gigi anaknya tanggal di tempat kejadian. Sementara satu gigi lainnya goyah. Karena tidak ada titik temu dalam proses mediasi pascakejadian, ia pun kemudian melaporkan kasus tersebut ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak PPA Polres Cirebon Kota.
Dijelaskan AR, kejadian tersebut membuat korban mengalami trauma. Selama tujuh hari korban tidak mau masuk sekolah. Kemudian, ia pun melaporkan kasus tersebut ke Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Cirebon dan Komisi Perlindingan Anak Indonesia (KPAI) Cirebon untuk mendapat terapi psikologis dan pengawalan kasusnya.
BACA JUGA: Korban Kekerasan di Panguragan Minta Tersangka Ditahan
“Tapi yang tahu persis anak saya mengalami trauma adalah Dinsos, karena sejak awal kejadian Dinsos turun ke lapangan dan terus memantau perkembangan anak saya. Kemudian saya lapor ke KPAI,” bebernya.
Ia menjelaskan, kasus tersebut kini masih bergulir di PN Sumber. Dalam prosesnya, lanjut AR, ia juga mengaku tidak mengerti karena sampai saat ini belum ada keputusan atau kekuatan hukum tetap bagi terdakwa. Dalam rentang waktu perjalanan kasus tersebut di PN Sumber, AR mengaku hanya sekali dihadirkan di persidangan, itu pun diikuti oleh terdakwa hanya secara virtual.