“Setelah kita melakukan rapat kerja, akhirnya kita jadi tahu, ternyata reklame-reklame di kita itu, banyaknya yang nonkomersil. Nah, itu kan pajaknya tidak masuk,” kata Pandi.
Menurut Pandi, ketika reklame masuk kategori nonkomersil, maka tidak bisa dipungut pajaknya. Padahal, pemasangnya sendiri tetap harus membayar kepada perusahaan atau vendor reklame. Ia menilai, rendahnya pajak reklame itu diduga karena banyaknya reklame nonkomersil.
“Bisa jadi, karena itu. Reklame nonkomersil itu bayarnya hanya sekali. Dengan landasan hanya perjanjian lisan. Misalnya dipasang untuk satu bulan, tapi ketika belum ada pemasang baru, akhirnya terus dibiarkan. Ini kan tidak bagus, merugikan daerah,” paparnya.
Karena itu, lanjut Pandi, Komisi II mendesak Bapenda untuk menginventarisir jumlah total reklame nonkomersil dan reklame komersil, karena pada saat rapat kerja, ada perbedaan data yang disampaikan pihak Bapenda dengan perusahaan reklame.
BACA JUGA: Kerugian Kasus Pajak DD Rp2,8 M, Kejari Kabupaten Cirebon Periksa 250 Saksi
“Iya beda-beda. Informasinya tadi, yang dibayarkan pajaknya hanya 60, yang nonkomersilnya tidak dihitung,” ujarnya.