SUARA CIREBON – Tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi Bandung akan melakukan penelitian pada struktur tanah di wilayah Desa Sukamaju dan Desa Cisalak di Kecamatan Lemahsugih, Kabupaten Majalengka.
Hal itu dilakukan untuk memastikan kontur tanah usai bencana pergerakan tanah yang terjadi di wilayah tersebut beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, telah terjadi bencana pergerakan tanah di dua desa tersebut. Akibat kejadian itu ada puluhan rumah warga mengalami kerusakan, mulai rusak ringan hingga tergolong cukup parah.
Penyelidik Bumi Madya PVMBG Badan Geologi, Asep Nursalim, mengatakan, kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari permohonan BPBD Majalengka.
Hal itu menindaklanjuti surat permohonan dari BPBD Kabupaten Majalengka perihal kejadian bencana pergerakan tanah di Kecamatan Lemahsugih.
“Ada tiga titik lokasi yang kita periksa. Satu di Desa Sukamaju dan dua titik di lokasi Desa Cisalak. Untuk hasilnya, nanti kita review, dari poto udara juga,” ujar Asep kepada wartawan, Jumat (14/4/2023).
Hasil pengamatan sementara, kata Asep, pergerakan tanah cenderung dikarenakan faktor geologi.
Dalam artian, di dalam tanah kedua desa tersebut terdapat bebatuan pelapukan dari gunung berapi. Selain itu, terdapat juga endapan sedimen berupa baru pasir.
“Jadi lokasi-lokasi di tempat yang padat, endapan batuan gunung api memang subur, tapi di lain pihak merupakan terdapat potensi juga. Secara umum, kebanyakan memang akibat drainase kurang tertata dengan baik,” jelasnya.
Kondisi seperti itu, lanjut Asep, diharapkan dapat lebih diperhatikan oleh seluruh pihak, terutama pemerintah daerah agar terus memberikan wawasan kepada masyarakat.
Sebab adanya sedimen, membuat potensi pergerakan tanah ke depan masih akan terus terjadi.
“Potensi tetap ada, ini tipenya tipe rayapan. Dalam artian itu tipe lambat, tapi terus-menerus. Biasanya merusak bangunan terutama yang permanen,” ujarnya.
Meski terbilang masih aman untuk hunian warga, Tim Geologi menyarankan agar masyarakat membangun rumahnya dengan semi permanen.
Sebab, potensi kerusakan akan lebih menyasar ke bangunan yang permanen.
“Hasil penelitian ini kemungkinan baru akan diketahui sekitar dua minggu lagi,” kata Asep.***