SUARA CIREBON – Dilema tengah dihadapi petani Kabupaten Indramayu. Areal sawah mereka terancam kekeringan dan juga serangan ganas hama tikus.
Untuk kekeringan di Indramayu, Ketua KTNA Gabuswetan, Suryanto mengatakan kalau petani sudah mengadukan ke Dinas Pertanian dan otoritas Jatiluhur.
Atasi kekeringan, petani Indramayu mendesak agar ada tambahan pasokan air ke otoritas Jatiluhur melalui Bendung Salamdarma, terutama ke daerah paling ujung dari jaringan irigasi seperti daerah Gabuswetan dan Kandanghaur.
Namun masalah tambahan pasokan air dari otoritas Jatiluhur terbentur pada sedimentasi atau pendangkalan parah pada sepanjang aliran irigasi ke arah Gabuswetan dan Kandanghaur.
Terjadi pendangkalan parah di sepanjang saluran irigasi yang merupakan jaringan irigasi dari Bendung Salamdarma, misalnya di daerah Kedungdawa.
Karena itu, petani Indramayu kini mendesak agar dilakukan program darurat untuk pengerukan sepanjang saluran irigasi agar air bisa masuk dalam volume besar.
“Ada penjelasan, Jatiluhur menambah suplai sampai 18 m3/detik. Cuma yang tertampung hanya 8 m3/detik karena ada pendangkalan. Kami sedang minta segera dilakukan pengerukan,” tutur Suryanto, Rabu, 21 Juni 2023.
Selain kekeringan, petani di Indramayu kini juga terancam oleh serangan ganas hama berupa si monyong tikus.
Serangan tikus sekarang ini dirasakan sangat ganas. Tikus langsung menyerang areal sawah bila ada air dari irigasi sudak masuk.
“Ini yang membuat pusing. Begitu ada air masuk, tikusnya langsung menyerang tanaman padi. Mereka memotong batang tanaman padi dan merusak akar,” tutur Suryanto.
Belakangan ini, petani terpaksa harus begadang untuk memberantas tikus. Sebab tikus sekarang kalau diberi racun atau diusir dengan cara pengepmosan (pengasapan) tidak mempan.
“Mempannya kalau ditembak. Makanya sekarang petani kalau malam begadang. Membawa senapan berburu tikus di sawah yang sudah diairi,” tutur Suryanto.
Suryanto sendiri mengaku tiap malam membawa lima pucuk senapan angin, lengkap dengan peluru yang kalau kena, bisa langsung mati.
“Tiap malam kami berburu tikus. Semalam rata-rata bisa dapat lima puluh ekor tikus,” tutur Suryanto.
Untuk pengairan sendiri, setelah mendesak ke otoritas Jatiluhur, kini ada gilir giring atau penjadwalan air.
“Sekarang ada jadwal gilir air. Namun ini juga tidak mencukupi,” tutur Suryanto.
Gilir air yang dilakukan otoritas Jatiluhur jangkanya seminggu. Masing-masing desa hanya dapat giliran dapat air dengan durasi satu jam.
“Dapat jadwal hanya satu jam. Nanti dapat air lagi seminggu ke depan,” tutur Suryanto.
Penjadwalan air ini durasinya sangat terbatas. Ini karena yang kekeringan luas. Petani meminta peambahan suplai air.***