SUARA CIREBON – Wastam (53 tahun), petani asal Kecamatan Bongas, Kabupaten Indramayu mengaku sempat sujud syukur begitu hujan lebat mulai turun di daerahnya.
Ia tak bisa menyembunyikan kelegaannya setelah menahan napas selama hampir dua bulan karena terlambat dan tidak bisa memulai tanam rendeng.
“Alhamdulillah, akhirnya hujan lebat mulai sering turun,” tutur Wastam.
Sama seperti Wastam, petani di Indramayu lainnya juga menyambut guyuran air hujan dengan sukacita. Bunyi petir dan geluduk di langit menandai perasaannya yang plong.
“Semoga ini benar-benar musim hujan telah tiba,” tutur Rusdani, petani warga Terisi.
Sejak memasuki tahun 2024, hujan selama tiga hari ini terus turun merata di Indramayu. Kecamatan-kecamatan sentra pertanian yang semula airnya terbatas kini mulai melimpah.
Guyuran air hujan membuat areal sawah penuh dengan air. Bagi petani, ini pertanda bahwa mereka harus cepat-cepat memulai tanam.
Di Indramayu, untuk Musim Tanam atau MT Rendeng 2023-2024 mengalami keterlambatan. Dalam dua puluh tahun terakhir, ini keterlambatan yang paling lama.
Menurut Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan atau KTNA Indramayu, H Sutatang, Indramayu terlambat memulai MT rendeng antara 1,5 sampai 2 bulan.
“Ini keterlambatan yang paling lama. Hampir dua bulan,” tutur Sutatang.
Hingga memasuki awal Januari 2024, luasan lahan yang baru ditanam masih sangat terbatas, masih jauh di bawah satu persen dari luas lahan di Indramayu.
Data dari Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Indramayu, sampai 31 Desember 2023 lalu, sawah yang baru ditanam hanya 1.350 hektare.
Padahal, target tanam untuk musim tanam rendeng tahun 2023-2024 di Indramayu yang merupakan sentra pangan terbesar di Jawa Barat, mencapai 135.000 hekatre.
“Satu persen juga belum ada. Catatan kami baru 1.350 hektare sawah yang baru bisa ditanam,” tutur H Sutatang.
Dari 1.350 hektare tadi, sebarannya masih terbatas di lima kecamatan. Antaranya Kecamatan Haurgeulis, Anjatan, Bongas, Pasekan dan Sindang.
“Itupun sifatnya masih spot-spot yang terpisah pisah. Belum bisa serentak,” tutur Sutatang.
Sutatang menjelaskan, normalnya musim tanam rendeng di Indramayu itu sudah dimulai akhir Oktober atau awal November.
“Sekarang memasuki Januari 2024, baru 1.350 hektare,” tuturnya.
Sutatang menjelaskan, keterlambatan taman rendeng di Indramayu sebagai dampak dari El Nino di tahun 2023.
“Dampak dari El Nino. Ini yang terparah karena memundurkan tanam hampir dua bulan,” tutur Sutatang.
Dengan keterlambatan tanam rendeng, musim panen juga otomatis akan mundur. Panen yang harusnya Maret dan April, kini akan mundur April sampai Mei 2024.
Sutatang menambahkan, target tanam rendeng sampai akhir Januari itu minimal 80 persen dari target tanam 135.000 hektare.
Untuk pembenihan, sebagian besar petani Indramayu sudah siap. Begitu turun hujan dan sawahnya basah, mereka akan olah tanah dan mempercepat tanam.
“Kita hanya bisa berdoa bisa tercapai. Mudah-mudahan. Sekarang di sejumlah daerah mulai turun hujan,” tutur Sutatang.
Sebelumnya, Bupati Indramayu, Hj Nina Agustina menargetkan produksi pangan di Indramayu bisa mencapai 1,5 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara 1,2 juta ton beras.
Target tersebut terutama diperoleh dari hasil produksi dua kali musim tanam, baik MT rendeng maupun MT gadu di pertengahan tahun.
Untuk MT Rendeng, kontribusi produksi pangan mencapai 60 sampai 70 persen dari target 1,5 juta ton. Sedangkan MT gadu di kisaran 30 persen.
“Kita optimis bisa tercapai karena tidak sedikit petani yang bisa tanam sampai tiga kali,” tutur Bupati Nina.***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.