SUARA CIREBON – Kang Dedi Mulyadi atau KDM menemui penyapu koin jalan di Indramayu yang nekat bertaruh nyawa demi uang receh.
Perjalanan keliling Kang Dedi Mulyadi (KDM) saat musim lebaran 1445 Hijriah tahun 2024 ini melewati jalur pantura Kabupaten Indramayu.
Kang Dedi Mulyadi (KDM), dihadapkan pada tradisi masyarakat pantura Indramayu barat yang mengerikan dan mengandung resiko bahaya tinggi, yakni bertemu para penyapu koin jalan.
Momen libur lebaran dimanfaatkan Kang Dedi Mulyadi (KDM) berkeliling ke kawasan Pantura Jawa Barat, dan melewati Indramayu.
Mantan Bupati Purwakarta ini melihat langsung bagaimana warga bertaruh nyawa demi mengumpulkan uang koin atau recehan.
Tradisi ini berlangsung di sepanjang Pantura Indramayu mulai dari Kecamatan Kandanghaur hingga Sukra di perbatasan dengan Subang.
Terlihat, berbekal sapu, ratusan warga berdiri di sepanjang jalur pantura untuk koin berebut uang yang dilempar para pengendara yang melintas.
KDM turut melempar sejumlah koin yang langsung jadi rebutan warga saat melintasi pantura. Beberapa warga mengejar mobil KDM yang tidak henti melempar koin ke arah pinggir jalan.
Tak lama KDM pun keluar dari mobil. Ia berbincang dengan sejumlah penyapu koin. Ternyata mereka sehari-hari memiliki pekerjaan sebagai buruh tani.
“Karena belum mulai pekerjaan di sawahnya jadi terpaksa ke sini, mumpung hari lebaran juga. Musiman saja, setahun sekali,” ucap salah seorang penyapu koin.
Menurutnya pendapatan dari berburu koin dalam satu hari bisa mencapai Rp 50-100 ribu per orang. Namun jumlah tersebut sangat sedikit dibanding dengan lebaran tahun-tahun lalu.
Penyebabnya, semakin banyak orang yang menjadi penyapu koin bahkan dari luar daerah pun turut datang mencari peruntungan. Tak hanya itu kini Pantura tak seramai dulu karena sudah ada Tol Cipali.
Di tempat lainnya KDM bertemu penyapu jalanan bernama Raniti. Ia memintanya untuk naik ke mobil menceritakan pengalamannya selama menjadi penyapu koin.
“Kalau yang kecelakaan sih sering, setiap tahun banyak. Kalau saya selalu hati-hati, kalau terlalu tengah uangnya saya biarkan takut ketabrak, mungkin bukan rezeki saya,” ujar ibu yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani itu.
“Kemarin kan sempat ditertibkan sampai dikejar-kejar, diambil sapu-sapunya. Sekarang selama lebaran belum ada penertiban lagi,” katanya.
Sebelum turun dari mobil KDM meminta Raniti untuk melemparkan uang koin yang ia dapat sebelumnya kepada para penyapu. Uang tersebut pun kemudian diganti dengan jumlah yang lebih besar.
KDM menilai tradisi yang bermula dari tolak bala itu sangat membahayakan. Namun hal tersebut telah menjadi kebiasaan sehingga meski berulang kali ditertibkan terus muncul.
“Ini tradisi yang mengerikan juga. Tapi sekarang agak mending karena ada tol jadi relatif kendaraan lebih landai tidak seperti dulu lagi,” ujar KDM.
Hingga kini ada dua versi yang diungkapkan para penyapu koin terkait asal tradisi tersebut. Versi pertama menyebutkan legenda melempar koin di Jembatan Lewo untuk menghindari hal buruk.
Konon jembatan tersebut menyimpan kisah mistis kembar Saedah dan Saini yang menjelma menjadi buaya putih dan pohon bambu.
Versi kedua adalah kecelakaan bus di sekitar lokasi yang menewaskan puluhan transmigran asal Boyolali yang akan berangkat ke Sumatera Barat pada tahun 1974 silam. Para korban tewas dimakamkan di sekitar lokasi dan masih sering dikunjungi oleh keluarganya.
Setiap keluarga berziarah memiliki kebiasaan melemparkan koin di Pantura yang menjadi lokasi kecelakaan. Tujuan mereka sebagai tolak bala. Dari situlah setiap tahun muncul warga yang berebut koin dengan membawa sapu.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.