SUARA CIREBON – Direktur RSUD Arjawinangun, dr H Bambang Sumardi meminta DPRD Kabupaten Cirebon mengevaluasi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Pasalnya, penerapan Perda tersebut telah membuat masyarakat resah, terutama tentang besaran tarif rumah sakit daerah yang mulai diterapkan oleh pihak RSUD Arjawinangun sejak 5 Februari 2024 lalu.
Menurut Bambang, tarif yang ditetapkan dalam Perda baru tersebut kenaikannya sangat signifikan jika dibandingkan dengan Perda sebelumnya.
“Perda baru itu kami terapkan sejak 5 Februari 2024, besaran tarifnya berbeda jauh,” ujar Bambang Sumardi, Sabtu, 22 Juni 2024.
Bambang memberikan perbandingan tarif antara Perda baru dan Perda lama dengan mencontohkan tarif yang dipatok pada poliklinik di RSUD Arjawinangun.
Berdasarkan Perda lama, lanjut Bambang, tarif untuk layanan poliklinik ialah Rp25.000. Kini, dengan adanya Perda baru tersebut, tarif kunjungan pada poliklinik ditetapkan sebesar Rp150 ribu.
“Kalau masyarakat pengguna BPJS tidak masalah, yang bermasalah itu kalau tidak punya BPJS, otomatis jadi pasien umum,” terang Bambang.
Ia mengatakan, pemberlakuan Perda baru dengan UHC Kabupaten Cirebon yang bermasalah, berimbas pada keresahan masyarakat.
Terlebih, pemberlakuan Perda baru juga tidak dilakukan sosialisasi terlebih dahulu. Sehingga banyak masyarakat yang kaget dengan tarif baru tersebut.
Karena itu, ia meminta agar Perda baru tantang tarif yang disahkan oleh DPRD ini dievaluasi. Apalagi Komisi II sendiri sudah mengetahui reaksi masyarakat terkait pemberlakuan Perda baru di RSUD Arjawinangun.
“Bulan kemarin Komisi II datang kesini menanyakan reaksi masyarakat, kami sampaikan masyarakat memang resah, mangga dievaluasi,” kata Bambang.
Perda baru tersebut tentu menjadi pedoman bagi rumah sakit Pemda lainnya, yakni RSUD Waled. Namun, sampai saat ini pihak RSUD Waled belum memberlakukan Perda baru tersebut.
“Rumah Sakit Waled juga sama, hanya saja di sana memang belum diberlakukan,” ucapnya.
Bambang mengaku memahami sepenuhnya bahwa pemberlakuan Perda baru membutuhkan waktu 5 sampai 10 tahun sejak Perda itu dibuat dan disosialisasikan.
Seperti diketahui, keresahan masyarakat dengan pemberlakuan tarif baru itu terlihat dari unggahan salah satu akun Tik Tok yang mempertanyakan tingginya biaya persalinan di RSUD Arjawinangun.
“Kasus yang (viral, red) kemarin itu tidak punya BPJS, UHC juga sedang bermasalah, sehingga harus umum. Begitu disodorkan nilai itu, kaget,” terang Bambang.
Namun, Bambang menjelaskan, kasus yang sempat viral itu terjadi karena misskomunikasi. Pihak keluarga pasien juga tidak menanyakan terlebih dahulu kepada pihak rumah sakit terkait biaya yang harus dikeluarkan.
Kendati demikian, pihaknya sudah bermurah hati mengurangi tagihan biayanya dengan mengurangi biaya dari jasa, baik jasa dokter, perawat dan lainnya. Sedangkan untuk obat-obatan, ditegaskan Bambang, tidak bisa dikurangi karena itu merupakan modal.
“Pasien dan bayi-nya sudah pulang, kami tidak menahan meskipun belum membayar sepeser pun,” pungkasnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.