SUARA CIREBON – Tidak adanya persaingan tajam menjadikan pemilihan gubernur Jawa Barat (Pilgub Jabar) dirasakan tidak kompetitif.
Terjadi kesenjangan dalam hal popularitas, elektabilitas dan likeablititas yang jomplang antar pasangan calon gubernur (cagub) menjadi penyebab terbesarnya.
Pengamat politik Unpad Firman Manan, Sabtu 26 Oktober 2024, menilai peta pertarungan Pilgub Jabar sangat mudah dibaca.
Hal ini juga diperkuat oleh sejumlah hasil survei yang dirilis setiap saat dan menunjukan tren komposisi yang tidak berubah dari waktu ke waktu.
“Hasil survei itu solid dan stabil. Sulit untuk berubah karena selisih prosentasenya sangat tinggi atau jomplang,” tutur Firman Manan.
Paslon (pasangan calon) nomor empat Kang Dedi Mulyadi (KDM) – Erwan Setiawan suaranya sangat solid dan stabil dari seluruh hasil survei.
“Pasangan KDM – Erwan sudah di atas angin. Suaranya sangat solid dan stabil. Menurut saya ini akan terus bertahan hingga pencoblosan,” tutur Firman Manan.
Lihat fenomena itu Firman Maman membeberkan sejumlah faktir penyebab tak tergoyahkannya potensi besar kemenangan KDM – Erwan.
Alasan pertama dari sisi survei terbaru yang dirilis oleh Voxpol Center paslon DERMAWAN masih memuncaki perolehan dengan 61,8 persen pemilih.
“Sementara yang lain di bawah 20 persen, bahkan pasangan Acep-Gita dan Jeje-Ronald masih satu digit,” ucap Firman dikutip dari saluran youtube Voxpol Center Official.
Dari segi popularitas pun KDM jauh meninggalkan pesaingnya dengan hampir menyentuh 90 persen. Sementara pesaingnya masih di bawah 50 persen.
“Bagaimana pun ini menentukan, karena bagaimana orang mau memilih kalau tidak kenal,” katanya.
Menurut Firman, hal ini sebuah kewajaran lantaran sepengetahuannya KDM telah melakukan kerja elektoral sejak lama.
Bahkan saat Pileg 2024 lalu, KDM yang maju sebagai Caleg Dapil Jabar VII dari Partai Gerindra mengantongi perolehan suara terbesar kesatu di Jabar dan kedua secara nasional.
Melihat peta tersebut, Firman menyebut KDM telah memiliki basis elektoral yang kuat. Masyarakat pun melihat KDM sangat serius untuk maju dan menang sebagai gubernur Jabar.
“Ini problem untuk calon lain karena menurut pengamatan kami baru terlihat radar pertarungan di akhir. Seperti Pak Syaikhu dulu kita tahu yang banyak kampanye Pak Haru, PDIP yang banyak sosialisasi Mas Ono, begitu pun PKB Ketua DPW-nya,” ucapnya.
“Tentu ini jadi faktor perbedaan yang signifikan, di satu sisi KDM begitu populer dibanding nama lain dan orang juga melihat keseriusan nya untuk maju Pilgub,” lanjut Firman.
Soal politik identitas yang merugikan KDM, Firman menegaskan hal tersebut saat ini tak berpengaruh. Isu politik identitas keagamaan yang dinilai potensial merugikan KDM ternyata hanya berada di pinggiran atau minor.
“Belum menjadi isu sentral, hanya menjadi isu pinggiran saja,” tuturnya.
Faktor lain yang membuat KDM sulit dikalahkan adalah kemenangan Prabowo Subianto di Pilpres kemarin. Basis dukungan di pilpres lalu membuat KDM yang didukung koalisi sama mendapat dukungan besar.
“Gerindra punya kepentingan menjadikan Kang Dedi sebagai gubernur karena di Jawa hanya Jabar saja yang punya potensi menang,” ucapnya.
Terakhir, KDM unggul dari sisi media sosial yang lebih banyak disukai oleh masyarakat. Terbaru adalah kasus Vina Cirebon yang dianggapnya mendongkrak popularitas dan elektabilitas secara signifikan.
“Tapi tak kalah penting adalah turun langsung ke warga, dan lagi-lagi itu yang dilakukan Kang Dedi menggunakan pola keliling bertemu langsung warga. Ini membuat popularitas terus meningkat dan seiring dengan kenaikan elektabilitas KDM,” tutur Firman Manan.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.