SUARA CIREBON – Keberadaan patung gajah di perempatan jalan Desa Palimanan Timur (Paltim), Kecamatan Palimanan dan di depan Balai Desa Palimanan Barat (Palbar), Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon ditengarai tidak banyak diketahui maknanya oleh masyarakat.
Masyarakat melihat patung gajah tak lebih dari sekadar monumen semata. Padahal, patung gajah yang dibangun di dua tempat tersebut, untuk mendeskripsikan arti dari nama Palimanan itu sendiri.
Pegiat Budaya Cirebon, R Chaidir Susilaningrat menuturkan, daerah Palimanan berasal dari kata “Liman” yang berarti gajah. Menurut Chaidir, dahulu nama-nama tempat di Cirebon bahkan di Jawa, biasanya didasarkan pada karakter atau ciri khas yang ada di tempat yang bersangkutan, dari mulai nama tanaman hingga nama binatang.
“Di kota (Cirebon, red) ada Kelurahan Pegajahan, asal katanya gajah. Di Kabupaten Cirebon ada Palimanan yang asal katanya adalah liman, itu gajah juga,” ujar Chaidir, Senin, 4 November 2024.
Kendati demikian, pemilihan nama Palimanan sebagai nama daerah tersebut tidak berarti zaman dahulu banyak gajahnya. Bisa jadi, menurut Chaidir, zaman dahulu tempat tersebut hanya sebagai tempat memelihara gajah saja.
Ia menjelaskan, binatang gajah di daerah Cirebon tidak dikenal sebagai binatang tunggangan para raja seperti di India. Mengingat pada masa itu, populasi binatang gajah sangat jarang. Tempat itu dikenal dengan nama Palimanan karena merupakan tempat memelihara gajah atau kandang gajah.
“Itu perkiraan saja, tapi naskah-naskah di masa lalu tidak terlalu menonjolkan gajah itu sebagai binatang tunggangan. Di Sumatera, pada zaman Kerajaan Sriwijaya oke, itu dipakai untuk kendaraan para raja. Tapi kalau di Cirebon enggak, itu tempat memelihara saja,” kata Chaidir.
Chaidir menegaskan, dirinya tak sependapat kalau gajah menjadi tunggangan raja di kerajaan-kerajaan kecil tersebut. Pasalnya, di masa itu binatang kuda lebih populer dibandingkan gajah.
Menurut Chaidir, sekitar abad 11 sampai 13 yang lalu, daerah Cirebon masuk ke wilayah kekuasaan Kerajaan Wanagiri. Dimana kerajaan tersebut merupakan salah satu kerajaan kecil dari beberapa kerajaan kecil di sekitar Cirebon sebelum adanya Kerajaan Cirebon.
Ia menjelaskan, di wilayah utara ada Kerajaan Singapura, wilayah Selatan Kerajaan Indraprahasta, wilayah timur Kerajaan Japura, dan wilayah barat ada Kerajaan Wanagiri yang salah satu wilayahnya sekarang bernama Palimanan.
“Ya, kerjaan-kerajaan kecil itu semuanya di bawah kekuasaan Prabu Siliwangi. Jadi mereka menginduk ke pemerintah pusatnya itu di Pajajaran. Termasuk di Cirebon utara sampai ke Kapetakan, itu Kerajaan Singapura yang kemudian salah satu putrinya dinikahi oleh Prabu Siliwangi,” terangnya.
Menurut Chaidir, wilayah kekuasaan Kerajaan Wanagiri meliputi Cirebon bagian barat dari Prapatan Panjalin, Majalengka, Ciwaringin sampai Palimanan. Sementara Cirebon wilayah tengah yang sekarang dikenal dengan Kota Cirebon, saat itu masih berupa hutan belantara.
Karena itu, Pangeran Cakrabuana disuruh oleh gurunya untuk membuka hutan itu menjadi permukiman. Kemudian permukiman itu diberi nama Kampung Caruban hingga kemudian menjadi kerajaan sendiri.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.