SUARA CIREBON – Ratusan orang yang mengatasnamakan Aliansi Cirebon Bergerak mendatangi gedung DPRD Kabupaten Cirebon, Senin, 9 Desember 2024.
Dalam aksinya massa meminta DPRD untuk menyelesaikan permasalahan jual beli tanah yang merugikan petani di wilayah Kecamatan Gebang dan Kecamatan Pabedilan.
Kordinator lapangan (Korlap) Aliansi Cirebon Bergerak, Fuji Nurohman mengatakan, kedatangan mereka untuk meminta DPRD mengambil tindakan dan upaya, agar permasalahan jual beli antara para pemilik lahan pertanian dengan pihak pembeli segera bisa terselesaikan.
Fuji Nurohman menuturkan, ada sekitar 143 pemilik lahan di wilayah Gebang dan Pabedilan yang sudah dibuatkan Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli.
Namun, hingga setahun pascaperjanjian, urusan jual beli lahan tersebut masih menggantung. Akibatnya petani tidak bisa menggarap lahan karena terikat perjanjian jual beli, di sisi lain lahan tersebut tak kunjung mendapat pelunasan.
“Ada 63 pemilik lahan yang sudah dibuatkan surat addendum mendapatkan kejelasan terkait status tanahnya. Karena selama ini para pemilik lahan hanya diberikan uang tanda jadi, senilai Rp15 juta yang diikat dalam surat perjanjian pengikatan jual beli antara pemilik lahan dengan pihak pembeli (Tjong Liana) yang mewakili PT,” ujar Fuji.
Menurut Fuji, batas waktu dari perjanjian itu selama 1 tahun. Namun sebelum batas waktu habis, para pemilik lahan diikat kembali dalam sebuah surat addendum yang isinya hampir sama dengan Surat Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Perbedaannya adalah ada tambahan harga dan tambahan waktu yaitu 1 tahun lagi.
“Pemilik lahan diberikan tambahan uang tanda jadi senilai Rp20 juta. Para pemilik lahan sangat tertekan, karena tanah mereka yang baru diberi tanda jadi sudah dipasang plang terkait status tanah tersebut sudah milik PT,” katanya.
Dalam surat perjanjian pengikatan jual beli itu, lanjut Fuji, ada sanksi yang sangat jelas ketika pemilik lahan menjual atau menyewakan tanahnya kepada pihak lain.
“Pemilik lahan harus mengganti 10x lipat dari uang yang diterima dan yang di surat addendum, para pemilik lahan diancam harus mengganti 20x lipat jika tanahnya disewakan atau dijual ke pihak lain,” ujarnya.
Hal itu, menurut Fuji, sangat menekan para petani. Pasalnya, mereka tidak tahu kapan tanah tersebut akan dilunasi sesuai perjanjian, sementara lahan tidak bisa digarap.
“Kami menduga ada mafia tanah yang melibatkan oknum pemerintah desa, karena membiarkan terjadinya jual beli tanah yang merugikan para pemilik lahan. Ini perlu dipandang serius dan harus segera ditindak,” tegasnya.
Menurut Fuji, para pemilik lahan menuntut agar tanahnya segera dibayar lunas, atau jika tidak maka harus ada kejelasan dan segera dikembalikan. Pihaknya menilai surat perjanjian pengikatan jual beli dan surat addendum sudah batal demi hukum.
“Kami menuntut pembatalan jual beli tanah yang merugikan masyarakat. Usut tuntas dugaan keperpihakan oknum pemerintahan desa terhadap mafia tanah,” tutupnya.
Aksi massa tersebut ditemui langsung Ketua DPRD kabupaten Cirebon, Sophi Zulfia dan pimpinan DPRD lainnya. Sophi berjanji akan mengakomodir tuntut massa tersebut.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.