SUARA CIREBON – Ekonomsi lesu diduga sebagai penyebab menurunnya angka pernikahan di Kota Cirebon di sepanjang tahun 2024.
Diperkirakan, tahun 2025 ini, penurunan bakal masih terus berlangsung. Masyarakat berpikir dua kali untuk menikah karena tingginya biaya, terutama untuk resepsi pernikahan.
Data di Kantor Kementrian Agama Kota Cirebon, terdapat penurunan signifikan angka pernikahan di tahun 2024.
Tercatat, sepanjang tahun 2024, hanya ada 1.962 pernikahan. Menurut cukup signifikan, sekitar 20 persen dibandungkan tahun 2023 sebanyak 2.186 pernikahan.
Penurunan angka pernikahan berlangsung merata di lima kecamatan di Kota Cirebon. Baik kecamatan pinggiran seperti Harjamukti maupun di pusat kota seperti Kejaksan, termasuk Lemahwungkuk, Pekalipan dan Kesambi.
Kepala Seksi Bimas Islam Kemenag Kota Cirebon, Yuto Nasikin membenarkan adanya penurunan angka pernikahan di tahun 2024 lalu dibanding tahun 2023.
“Catatan kami menunjukan terjadi penurunan,” tuturnya.
Yuto mengungkapkan, tren penurunan angka penrikahan ini sebenarnya bukan khas Kota Cirebon.
Sebab, setelah dikonfirmasi, ternyata terjadi di hampir seluruh wilayah, tidak saja di Jawa Barat, tetapu juga di seluruh Indonesia.
“Fenomena ini terjadi di hampir seluruh daerah di Jawa Barat maupun Indonesia,” tuturnya.
Yuto menjelaskan kemungkinan faktor penyebab masyarakat berpikir dua kali untuk menikah di tahun 2024.
“Faktornya ada karena aturan baru, tapi kami juga tidak menafikan kemungkinan faktor ekonomi,” tuturnya.
Yuto menjelaskan, adanya Undang Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan, bisa menjadi faktor penyebab. Sebelumnya batas usia pernikahan itu 16 tahun, kini dinaikan menjadi 19 tahun.
“Batas perkawinan dulu 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk lahi-laki. UU yang baru dinaikan jadi 19 tahun untuk perempuan dan 21 tahun untuk laki-laki,” tuturnya.
Selain karena aturan, Yuto menengarai kemungkian faktor ekonomi. Masyarakat terutama merasa berat karena setiap pernikahan hampir selalu ada kewajiban menggelar resepsi.
“Faktor ekonomi ini terkait dengan tradisi resepsi setelah ijab kabul. Resepsi ini bicaranya soal kemampuan finansial, dengan masalah ekonomi,” tuturnya.
Faktor lain ialah perubahan perilaku dan pandangan masyarakat soal pernikahan. Ada kecenderungan, masyarakat menunggu mapam dulu secara ekonomi baru menikah.
“Masyarakat terutama yang sudah memasuki usia pernikahan, cenderung menunggu mapan lebih dulu, atau setidaknya punya pekerjaan dulu sebelum memutuskan menikah,” tuturnya.
Yuto mengaku Kemenag Kota Cirebon aktif melakukan sosialisasi soal pernikahan. Ia meminta masyarakat membedakan antara pernikahan dengan resepsi agar tidak terbebani.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.