SUARA CIREBON – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Cirebon mengaku masih menunggu revisi Undang-Undang Pemilu terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menetapkan penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional harus dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilu tingkat daerah atau kota (pemilu lokal).
MK memutuskan pemilu lokal yakni pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional (pemilihan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden).
Imbas putusan MK Nomor 135 tersebut, pelaksanaan pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu lima kotak” tidak lagi berlaku. Penentuan keserentakan tersebut untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak memilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat.
Ketua KPU Kabupaten Cirebon, Esya Karnia Puspawati, pihaknya akan menunggu revisi Undang-Undang Pemilu. Esya mengaku siap melaksanakan tugas sesuai aturan yang berlaku.
“Pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu lokal bagi kami penyelenggara akan berpedoman pada regulasi yang telah ditetapkan,” ujar Esya, Minggu, 29 Juni 2025.
Esya berharap, dengan adanya pemisahan pemilu nasional dan pemilu lokal kualitas demokrasi semakin terjaga. Dan tetapan satu dengan yang lain tidak saling beririsan, sehingga penyelenggara bisa lebih fokus dalam mempersiapkan “pesta demokrasi”.
Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut, diucapkan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar di ruang sidang pleno MK, pada Kamis, 26 Juni 2025.
Dalam amar putusannya, Mahkamah mempertimbangkan bahwa hingga saat ini pembentuk undang-undang belum melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diucapkan tanggal 26 Februari 2020.
Kemudian, secara faktual, pembentuk undang-undang sedang mempersiapkan upaya untuk melakukan reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan pemilihan umum.
Dalam keterangannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra, menegaskan, bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyatakan waktu penyelenggaraan pemilihan umum presiden/wakil presiden serta anggota legislatif yang berdekatan dengan waktu penyelenggaraan pemilihan kepala daerah menyebabkan minimnya waktu bagi rakyat/pemilih menilai kinerja pemerintahan hasil pemilihan umum presiden/wakil presiden dan anggota legislatif.
Selain itu, dengan rentang waktu yang berdekatan dan ditambah dengan penggabungan pemilihan umum anggota DPRD dalam keserentakan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden masalah pembangunan daerah cenderung tenggelam di tengah isu nasional.
Padahal, menurut Mahkamah, masalah pembangunan di setiap provinsi dan kabupaten/kota harus tetap menjadi fokus dan tidak boleh dibiarkan tenggelam di tengah isu/masalah pembangunan di tingkat nasional yang ditawarkan oleh para kandidat yang tengah bersaing untuk mendapatkan posisi politik di tingkat pusat dalam pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.