SUARA CIREBON – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Cirebon akan segera menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi Gedung Sekretariat Daerah (Setda) Kota Cirebon.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Cirebon, M. Hamdan S mengatakan, pihaknya sudah memiliki hasil pemeriksaan fisik dari Polban dan tengah menunggui hasil audit BPK RI.
“Insyallah segera, dalam waktu dekat. Kita sudah punya hasil audit dari Polban, alhamdulillah BPK juga kalau secara garis besar sudah dapat, tinggal minta resmi turunnya saja,” kata Hamdan, di sela kegiatan Pasar Murah Hari Bhakti ke-80 Adhyaksa, Selasa, 12 Agustus 2025.
Menurut Hamdan, tim penyidik kejaksaan sudah memeriksa dan meminta keterangan para saksi, termasuk saksi ahli dan mantan Wali Kota Cirebon.
“Yang pasti kita sudah bisa memastikan. Kemarin kita memeriksa semua saksi ahli, termasuk mantan wali kota sudah kita periksa, sudah kita mintai keterangan,” tuturnya.
Hamdan menegaskan, semua yang berperan tidak luput dari pemeriksaan dan dimintai keterangan. Sejauh ini, imbuh Hamdan, pihaknya sudah memeriksa dan meminta keterangan 50 saksi.
Hamdan memaparkan lamanya proses pemeriksaan pada kasus dugaan korupsi gedung Setda Kota Cirebon karena banyak koordinasi yang dilakukan, termasuk dengan Polban dan BPK untuk melakukan audit.
“Calon tersangka, semua yang terlibat saya pastikan tersangka. Secepat mungkin akan kita tetapkan, jangan sampai lewat Agustus,” tegasnya.
Kasus gedung Setda ini mencuat setelah Inspektorat Kota Cirebon telah membentuk Tim Pemantauan Tindak Lanjut untuk menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari BPK terkait adanya temuan Rp32,4 miliar yang belum dibayarkan oleh rekanan atau kontraktor ke kas daerah. Tim ini terdiri dari Inspektur Pembantu dan para auditor.
Nilai sebesar Rp32,4 miliar tersebut merupakan uang yang belum dibayarkan oleh kontraktor atas sejumlah proyek ke kas daerah dari tahun 2005 hingga 2022.
Berdasarkan data pada Inspektorat, total kewajiban pengembalian ke kas daerah sejak 2005-2022 sebesar Rp54,7 miliar dan telah disetorkan ke kas daerah sebesar Rp22,3 miliar sehingga masih terdapat sisa sebesar Rp32,4 miliar.
“Penyebab temuan BPK terkait pekerjaan konstruksi bisa bermacam-macam, bisa karena kurangnya volume pekerjaan atau kelebihan pembayaran sehingga terjadi kerugian negara, atau karena adaya keterlambatan penyelesaian pekerjaan sehingga terdapat denda keterlambatan yang harus dibayar kontraktor ke kas daerah,” ujar Kepala Inspektorat Kota Cirebon, Asep Gina Muharam, dalam keterangannya, beberapa waktu lalu.
Asep menambahkan, setiap tahunnya BPK melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) ke setiap pemerintah daerah baik provinsi maupun kota dan kabupaten. Untuk itu, Inspektorat berkewajiban melakukan pemantauan terkait tindak lajut rekomendasi LHP BPK RI.
“Hasil akhir pemeriksaan BPK berupa LHP, sedangkan rekomendasi BPK RI ada yang bersifat administrasi dan ada juga pengembalian keuangan yang harus disetorkan ke kas daerah,” ungkapnya.
Menurutnya, uang sebesar Rp32,4 miliar itu wajib dikembalikan oleh para kontraktor ke kas daerah.
“Yang jadi masalah itu adalah adanya pihak ketiga atau rekanan ini tidak langsung melunasi. Mereka ada yang langsung setor dan lunas, ada yang dicicil, ada juga yang belum bayar,” ungkapnya.
Dari Rp32,4 miliar ini Rp11 miliar di antaranya berasal dari LHP gedung Setda.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.