SUARA CIREBON – Wali Kota Cirebon, Effendi Edo mengaku akan kembali mengevaluasi Peraturan Daerah (Perda) Kota Cirebon Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang banyak dipersoalkan karena memicu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).
Menurut Edo, Perda No 1 tahun 2024 tersebut, sudah ada sebelum dirinya dilantik sebagai Wali Kota Cirebon. Pasalnya, perda tersebut disahkan pada masa kepemimpinan Pj Wali Kota Cirebon, H Agus Mulyadi.
“Itu kan sebenarnya keputusan beberapa tahun yang lalu sebelum saya terpilih dan satu bulan setelah saya terpilih, saya langsung melakukan evaluasi,” kata Edo menyikapi tuntutan Paguyuban Pelangi Cirebon untuk membatalkan kenaikan PBB-P2 1.000 persen, Kamis, 14 Agustus 2025.
Menurut Edo, formulasi kenaikan PBB berasal dari Kementerian Dalam Negeri yang memberikan delapan opsi. Opsi itu kemudian dipadukan oleh Pemerintah Kota Cirebon sehingga tarif yang berlaku bervariasi.
“Soal warga yang punya bukti PBB 2023 kemudian naik drastis di tahun berikutnya, monggo itu semuanya dari Depdagri. Itu kan ada delapan pilihan yang di-mix oleh pemerintah kota, jadi (kenaikan, red) akan berbeda-beda,” jelas dia.
Edo juga membantah ada kenaikan PBB hingga 1.000%. Menurutnya kenaikan pajak hanya beberapa persen saja.
“Sebetulnya tidak sampai 1.000 persen, tapi memang ada kenaikan,” katanya.
Terkait desakan warga yang meminta agar Perda No. 1/2024 itu dibatalkan, menurut Edo harus melalui kajian mendalam.
“Sekarang kami sedang evaluasi dan melakukan kajian-kajian atas perda tersebut,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, puluhan warga Kota Cirebon yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon berkumpul di sebuah hotel Jalan Raya Siliwangi untuk menyuarakan satu tuntutan yang sudah digaungkan sejak awal tahun, yakni batalkan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang mencapai 1.000 persen, Selasa, 12 Agustus 2025 kemarin.
Juru Bicara Paguyuban Pelangi Cirebon, Hetta Mahendrati menegaskan, kebijakan kenaikan PBB hingga 1.000 persen, sangat memberatkan masyarakat dan tidak masuk akal.
“Kami masyarakat Kota Cirebon yang tergabung dalam Paguyuban Pelangi Cirebon menolak dengan adanya kebijakan kenaikan PBB sebesar 1.000 persen yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi,” ujar Hetta.
Hetta mencontohkan kasus di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, di mana kenaikan PBB sebesar 250 persen akhirnya dibatalkan.
“Hal ini berkaca juga dengan kejadian di Kabupaten Pati yang naik 250 persen akhirnya dibatalkan, kenapa di Cirebon yang hampir naik 1.000 persen tidak bisa,” ucapnya.***
Simak update berita dan artikel lainnya dari kami di Google News Suara Cirebon dan bergabung di Grup Telegram dengan cara klik link Suara Cirebon Update, kemudian join.