SUMBER, SC- Anggota DPRD Kabupaten Cirebon dari partai Hanura, Yoga Setiawan menilai rapat paripurna pembentukan dan penetapan Alat Kelengkapan DPRD (AKD) Kabupaten Cirebon, yang digelar pada Senin malam (14/10) cacat hukum. Hal itu karena yang mendasari, rapat pembentukan akd dasarnya tidak pas.
Hal itu ditegaskan Yoga saat dihubungi Suara Cirebon, Selasa (15/10) tadi malam. Menurutnya, karena undangan yang didapat semua fraksi masih pimpinan sementara. Harusnya sesuai PP itu pimpinan definitif. Jadi seharusnya ketika pelantikan ketua definitif masih ada tenggang waktu untuk merumuskan AKD.
“Bukan siang dilantik, sore langsung membentuk AKD, kan tidak benar. Setahu saya paripurna lanjut, setelah saya WO langsung berangkat ke Bandung. Enggak tahu komposisi AKD, karena saya anggap cacat hukum, secara legal tidak pas. Kalau dibilang sah ya sah saja paripurna sih cuma kan SOP tidak dipakai. Kalau SOP tidak dipakai berarti cacat,” tegas Yoga.
Menurut Yoga, mengacu pada PP 47 yang isinya bahwa pimpinan sementara hanya memiliki 4 kewenangan, diantaranya itu ya menghantarkan. “Menurut saya tergesa-gesa, ini tanda tanya besar ada apa dibalik terburu-burunya pembentukan AKD,” tambahnya.
Disinggung dugaan kepentingan dalam ketergesa-gesaan rapat AKD, Yoga menjelaskan, mungkin ini sesuai statemennya Luthfi bahwa partai yang tidak mau berkoalisi akan kita tinggal. “Bahwasannya Luthfi pernah berstatemen, partai yang tidak mau berkoalisi akan kita tinggal. Berarti di sini ada garis besar, ada apa nih sebetulnya. Apakah di DPRD ini memang ada koalisi, saya enggak tahu. Kalau ada koalisi berarti jelas-jelas mementingkan suatu golongan kalau menurut saya,” jelas Yoga.
Karena jelas, koalisi ini menguntungkan pihak yang diuntungkan. Yang tidak berkoalisi berarti tidak (diuntungkan). Harusnya lanjut Yoga, komposisinya tidak seperti itu. Kalau ditarik benang merahnya itu harusnya proporsional saja. Siapa (peringkat) partai peraih suara terbanyak dari satu sampai seterusnya. Yoga mengaku tidak tahu draft komposisi AKD karena dia langsung WO.
“Jelas menyalahi tatib, padahal kita semua sudah disumpah untuk mematuhi tatib. Kalau begini apa gunanya sumpah kalau tidak mematuhi tatib. Ini sama saja yang menghadiri forum (paripurna) ini dosa lah. Saya tidak mau termasuk golongan yang mendapat dosa. Akhirnya saya WO tapi kemudian diikuti oleh PDIP dan Gerindra juga, jadi tidak sendirian. Konsekwensi tidak masuk AKD tidak masalah, ada diluar tidak masalah, enggak ada bedanya.
Sebelumnya, hujan interupsi dan aksi walkout mewarnai rapat paripurna pembentukan dan penetapan Alat Kelengkapan DPRD (AKD) Kabupaten Cirebon, yang digelar pada Senin malam (14/10). Dua Fraksi yang melakukan walkout adalah PDIP-Hanura dan Gerindra. Aksi tersebut dilalukan setelah hasil voting menunjukkan lima partai masing-masing PKB, Golkar, NasDem, PKS, dan Demokrat berkoalisi menyetujui dilanjutkannya rapat paripurna tersebut.
Sebelumnya, ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Mohamad Luthfi yang memimpin rapat menyatakan, rapat paripurna pembentukan dan penetapan AKD sudah memenuhi quorum karena dihadiri oleh setengah plus satu dari keseluruhan anggota DPRD yang ada. “Rapat telah dihadiri oleh 38 anggota DPRD, hal ini sah karena sudah memenuhi quorum,” ujar Luthfi.
Sebelum melanjutkan rapat, Luthfi terlebih dahulu meminta persetujuan seluruh anggota DPRD Kabupaten Cirebon yang hadir agar rapat bisa dilanjutkan. Namun, permintaan persetujuan Luthfi itu langsung disambut interupsi oleh Ketua Fraksi PDIP, Aan Setiawan.
Aan menilai rapat paripurna kurang etis dilaksanakan karena surat undangan rapat ditandatangani oleh pimpinan sementara, bukan ketua defenitif. Menurut Aan, seharusnya acuan dalam rapat menggunakan tata tertib (tatib) DPRD Kabupaten Cirebon. “Harusnya yang mengundang itu ketua defenitif, karena yang bisa melakukan rapat paripurna AKD adalah pimpinan defenitif. Karena acuannya adalah tatib, berarti kitab kita adalah tatib, bukan PP. Tatibnya sendiri belum disahkan, sekarang sudah mau menentukan AKD,” tegas Aan.
Setelah Aan, interupsi pun dilakukan oleh anggota Fraksi PDI Perjuangan, H Mustofa. Secara tegas, Mustofa meminta agar rapat paripurna itu ditunda, bukan dilaksanakan Senin malam. “Karena fraksi kami PDI Perjuangan belum menyiapkan dan menyetorkan nama-nama anggota yang akan masuk dalam AKD. Jadi kami mohon untuk ditunda dulu rapat paripurna ini,” kata Mustofa. Pasalnya, kata Mustofa, penempatan pada posisi AKD bagi para kader partai PDIP itu ditentukan langsung oleh DPP PDI Perjuangan. Saat ini, DPP PDIP belum menentukan nama-nama kadernya.
Interupsi yang sama disampaikan anggota DPRD dari Hanura, Yoga Setiawan. Dia menyampaikan, sejak awal dilantik semua anggota dewan sudah disumpah untuk menaati tatib. Jika dipaksakan, Yoga mengancam melakukan aksi walkout. “Jika harus dipaksakan, maka akan menyalahi aturan. Jadi jika dipaksakan, saya orang pertama yang akan ‘walkout’,” tegas Yoga.
Sedangkan anggota Fraksi Partai Gerindra DPRD Kabupaten Cirebon, Sofwan nampak menghargai rekan dewan yang ingin melanjutkan rapat dan juga menghargai dewan yang ingin rapat ditunda. Karena Selasa hingga Kamis ada orientasi anggota DPRD baru di Bandung.
Namun, karena sama seperti PDIP yang nama-nama untuk AKD ditentukan oleh DPP, ia meminta agar rapat dilanjutkan Jumat mendatang. “Kalau ingin hasil paripurna sempurna maka lebih baik dilanjutkan Jumat, jadi mending kita tunda.Tapi jika tetap dilanjutkan hari ini, kami Fraksi Gerindra akan walkout,” ujar Sofwan.
Berbeda dengan empat anggota dewan tersebut, tiga anggota dewan lainnya yakni Siska dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Fawaz dari Fraksi Partai PKS dan Mahmudi dari Fraksi PKB, setuju rapat dilanjutkan. Karena, sudah sesuai landasan hukum yang berlaku. “Jadi menurut kami landasan hukum dari paripurna ini sudah sangat kuat dan bisa dilanjutkan,” kata Ahmad Fawaz.
Setelah rapat diskors lebih dari 2,5 jam, rapat pun berlanjut namun tetap dengan perdebatan yang juga terus berlanjut. Karena hujan interupsi memakan waktu panjang, akhirnya rapat pun tetap dilanjutkan, karena hasil voting lebih banyak fraksi yang tetap ingin melanjutkan rapat paripurna tersebut. Fraksi PDI Perjuangan-Hanura dan Gerindra “walkout” meninggalkan ruang rapat paripurna. (Islah)