CIREBON, SC- Sepuluh hari setelah rumahnya ambruk dihempas angin kencang disertai hujan pada Kamis dini hari (12/12) sekira pukul 00.15 WIB, penghuni rumah tersebut, Masrutin (39) masih belum melakukan perbaikan. Penyebabnya, tidak lain karena Masrutin adalah warga miskin yang tidak bisa berbuat banyak dengan kondisi rumahnya saat ini.
Beruntung, warga di sekitar rumahnya yakni di RT 01 RW 01 l, Blok I, Desa Panguragan Wetan, Kecamatan Panguragan, Kabupaten Cirebon peduli dengan nasib pria yang selama ini menempati rumah peninggalan almarhumah ibunya itu.
Kepada Suara Cirebon, Sabtu (21/12), Masrutin, menuturkan, para tetangganya yang iba melihat kondisi tersebut langsung bergerak menggalang bantuan ke rumah warga setempat dari pintu ke pintu.
Dibantu para tetangganya pula, kini dia mulai mengangkuti material bekas hasil pemberian warga yang kebetulan rumahnya sedang direhab dan diganti dengan material baru. Sejumlah material bekas seperti kayu-kayu, daun pintu dan asbes yang dinilai masih layak pakai, mulai dikumpulkan di sekitar rumah dirinya untuk rencana perbaikan.
“Kejadian ambruknya malam kamis sekitar jam 12 lebih (kamis dini hari). Itu waktu mau ada hujan pertama, tapi ada angin kencang dulu sebelumnya,” ujar Masrutin.
Menurut Masrutin, angin kencang yang menerjang rumahnya itu membuat bangunan bagian belakang langsung ambruk. Saat itu, kata Masrutin, dirinya sedang tidur dengan anak semata wayangnya yang masih Balita diruang depan.
“Saya langsung bawa anak saya keluar rumah takutnya merembet, bagian depan ikut ambruk,” kata Masrutin di sela kesibukannya bekerja mengangkut material bekas.
Dijelaskan Masrutin, sebelumnya kondisi bagian atap rumah tersebut memang sudah rapuh karena termakan usia. Setelah upayanya meminta bantuan kepada Pemdes setempat tidak ditanggapi, dirinya kini hanya bisa pasrah. Pasalnya, penghasilannya sebagai buruh rongsok yang tidak menentu membuat harapannya memperbaiki rumah menjadi kandas.
“Belum (tercatat penerima bantuan rutilahu), masyarakat (tetangga) sih sudah pada ngusulin (permohonan bantuan) ke desa, tapi enggak ada datang-datangnya,” tutur Masrutin.
Masih menurut Masrutin, setelah geger rumah dirinya ambruk, Pemdes setempat hanya memberi bantuan pasir dalam jumlah yang minim. Pasir yang diberikan pun merupakan pasir bekas proyek yang dilaksanakan Pemdes.
Masrutin mengaku belum bisa memastikan pelaksanaan perbaikan rumahnya akan dimulai. Karena bantuan dari warga sekitar yang terkumpul masih belum memadai. Sementara, rencana perbaikan tersebut membutuhkan perbaikan menyeluruh.
Pasalnya, atap rumah di seluruh bagian rumah tersebut kondisinya sudah rapuh dan membahayakan keselamatan. “Terus terang, dari desa hanya memberi bantuan pasir bekas itu,” ungkapnya.
Sementara itu, Cecep (42), tetangga Masrutin menyampaikan, bantuan warga yang sudah terkumpul nilainya sekitar Rp 4 juta. Dana itu terkumpul, kata Cecep, berkat kekompakan warga setempat, khususnya para pemuda yang secara sukarela menggalang bantuan dengan cara “menyeser” ke masyarakat setempat.
“Sudah ada sumbangan dari Komunitas Pick Up Indonesia Rp 1 juta dan relawan potret sekitar Rp 700 ribu, terus ditambah hasil nyeser ke warga jadi jumlahnya sudah sekitar Rp 4 jutaan,” kata Cecep.
Menurut Cecep, kondisi rumah tersebut memang sudah tidak layak huni. Karena, selain rapuh dan membahayakan keselamatan, rumah peninggalan Almarhumah Kurni itu juga rentan banjir jika hujan tiba. Namun, permohonan bantuan yang sudah kerap diajukan ke Pemdes setempat tidak pernah direspon.
“Itu sudah sering diajukan ke desa, tapi tidak direspon, tidak ditanggapi. Kami berharap ada yang peduli, agar (rumah) ini segera direhab. Karena anggaran yang terkumpul masih kurang,” paparnya.
Pantauan Suara Cirebon di lokasi, rumah yang ditempati Masrutin nampak seperti berada di tengah rawa. Di samping kiri dan kanan serta di bagian belakang rumah tampak digenangi air yang ditumbuhi pepohonan dan rumput liar. Jika hujan turun, air merendam dan masuk kerumah Masrutin. (Islah)