Oleh : Mimin Rukmini
*) Mahasiswa Magister Administrasi Publik Untag Cirebon
KEPEMILIKAN kendaraan bermotor pada setiap warga negara, dibuktikan dengan buku pemilikan kendaraan bermotor (BPKB). Untuk kendaraan yang dibeli baru, BPKB akan otomatis tercatat atas identitas pemiliknya. Namun, bagi yang membeli second atau bekas, identitas yang tercatat pada BPKB tentunya masih atas nama pemilik lama.
Mengurus balik nama kendaraan ketika berpindah tangan atau berpindah kepemilikan, sebetulnya merupakan hal yang dianjurkan oleh peraturan perundangan yang berlaku.
Seperti tertuang dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 64 ayat (1) diterangkan jika setiap kendaraam bermotor wajib diregistrasikan. Kemudian, pada pasal 64 ayat (2) huruf b disebutkan jika registrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi registrasi perubahan identitas kendaraan bermotor dan pemilik.
Pada pasal 64 ayat (3) disebutkan jika Registrasi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk; Pertama, tertib administrasi. Kedua, pengendalian dan pengawasan kendaraan bermotor yang dioperasikan di Indonesia. Ketiga, mempermudah penyidikan pelanggaran dan/atau kejahatan. Keempat, perencanaan, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas dan angkutan jalan. Kelima, perencanaan pembangunan nasional.
Yang terjadi di masyarakat seringkali mereka kurang antusias dalam mengurus balik nama kendaraan dari pemilik lama menjadi sesuai dengan identitas pemilik yang baru. Hal yang sering dihadapi banyak orang saat membeli kendaraan bekas.
Untuk mengurus perpanjangan pajak STNK tahunan, pemilk kendaraan perlu menyertakan KTP sesuai nama yang tertera di STNK. Jika STNK lama belum tercetak atas nama si pemilik baru, ia harus meminjam KTP pemilik lama.
Hal ini akan merepotkan. Berbagai kendala seringkali ditemui di antaranya, KTP pemilik lama belum tentu ada di tempat/ada waktu, KTP pemilik lama hilang, pemilik lama enggan meminjamkan KTP-nya, bahkan lebih repot lagi jika pemilik lama ternyata telah memblokir kendaraan yang telah dijualnya tersebut.
Jadi, langkah paling cerdas setelah membeli kendaraan bekas adalah sesegera mungkin melakukan balik nama motor untuk Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).
Penulis merangkum adanya sejumlah manfaat yang akan diterima oleh pemilik yang sudah membaliknamakan kendaraan mereka yang dibeli second. Di antaranya;
Pertama, menghindari biaya tambahan pengurusan pajak. Ketika mengurus pembayaran pajak untuk kendaraan bekas tentu perlu menyiapkan berbagai dokumen. Sayangnya ada istilah progresif sekian persen untuk kendaraan bekas yang belum dibalik nama. Menghindari adanya biaya tambahan selama membayar pajak, maka alangkah baiknya jika kendaraan tersebut segera dibalik nama untuk menghindari biaya ekstra yang tidak terduga ini.
Kedua, menjadikan kerepotan berkurang saat bayar pajak. Tidak menutup kemungkinan pembayaran pajak kendaraan masih bisa dilakukan meski surat-surat kendaraan bukan atas nama sendiri, melainkan atas nama pemilik sebelumnya. Meski pembayaran tidak ditolak, namun ada syarat tambahan yaitu dengan menyerahkan KTP asli atau fotocopy KTP atau kartu identitas lain yang tertera pada STNK atau BPKB yang sudah pasti masih atas nama pemilik kendaraan sebelumnya. Masih lumayan jika rumah pemilik sebelumnya dekat, namun jika sampai lintas provinsi tentu membuat repot.
Ketiga, kendaraan bisa dijadikan jaminan ke bank dan lembaga keuangan. Membiarkan kendaraan bekas yang dibeli dengan harga miring masih atas nama pemilik sebelumnya bisa menjadikan kendaraan tersebut hanya bisa diajak bepergian. Padahal kendaraan bermotor model dan merek apapun bisa dijadikan jaminan ke bank.
Keempat, menumbuhkan kenyamanan selama memiliki kendaraan tersebut. Selama memiliki kendaraan bermotor tentu akan merasakan sendiri berbagai resiko yang melingkupinya. Demi kenyamanan, maka sebaiknya pemilik sah melakukan proses balik nama supaya aman dan nyaman. Misalnya saja ketika kendaraan hilang, maka mengurus laporan ke kantor polisi pun menjadi lebih mudah.
Memiliki kendaraan bermotor dengan administrasi yang lengkap saja tidak cukup untuk menjadikan seseorang berhak mengemudikan kendaraannya di jalan. Sebab, semua pengemudi wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).
Sebagaimana diamanatkan pada Pasal 77 Undang-undang No 22 tahun 2009 yang berbunyi setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan.
Adapun pengelompokkan SIM berdasarkan golongan kendaraannya, terdiri dari;
SIM Perseorangan. Berdasarkan Pasal 80 UU No. 22 Tahun 2009 menggolongkan SIM Perseorangan menjadi beberapa jenis:
* SIM A, untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 kg.
* SIM B1, untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg.
* SIM B2, untuk mengemudikan Kendaraan alat berat, Kendaraan penarik, atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 kg.
* SIM C, untuk mengemudikan Sepeda Motor.
* SIM D, untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang disabilitas.
SIM Umum. Pasal 82 UU No. 22 Tahun 2009 menggolongkan SIM Umum menjadi beberapa jenis:
* SIM A Umum, untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 kg.
* SIM B1 Umum, untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg.
* SIM B2 Umum, untuk mengemudikan Kendaraan penarik atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 kg.***