KABUPATEN CIREBON, SC- Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon mendukung langkah Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cirebon yang menelusuri dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kabupaten Cirebon.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Cirebon, Yoga Setiawan mengatakan, apa yang disampaikan Kasi Intel Kejari, Wahyu Oktaviandi, memang sesuai dengan dugaan pihaknya selama ini. Karena penyelenggaraan BPNT di Kabupaten Cirebon memang karut-marut.
“Saya mengapresiasi dan mendukung langkah Kejaksaan Negeri yang sudah memperhatikan kekisruhan BPNT di Kabupaten Cirebon. Dan memang berdasarkan pengamatan kami, ada unsur penyelewengan,” ujar Yoga, Selasa (8/12/2020).
Namun, menurut Yoga, Komisi IV bukan hanya mengamati penyelewengannya saja. Tetapi lebih mengamati monopoli yang dilakukan para supliernya. Sebab, jika berbicara soal BPNT maka harus mengacu pada Pedoman Umum (Pedum) yang menjadi patokan hukum dalam penyelenggaraannya.
“Dikeluarkannya program BPNT kan untuk memberikan manfaat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah, usaha mikro dan kecil di bidang perdagangan. Di Pedum sudah sangat jelas,” terang Yoga.
Dengan kata lain, lanjut Yoga, Pedum sudah sangat jelas mengatur keterlibatan usaha-usaha kecil. Sehingga, pedagang lokal harus diakomodasi. Hal itu, untuk meningkatkan ketahanan pangan di tingkat Keluarga Penerima Manfaat (KPM) sebagai perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan.
Komoditi pangan pun harus dari UMKM atau pedagang lokal sekitar yang perlu diberdayakan. Bukannya untuk suplier-suplier besar bahkan suplier dari luar daerah seperti yang terjadi selama ini. “Jadi ketika pihak kejaksaan sudah mengendus adanya penyelewengan, kami akan berkoordinasi lebih lanjut tentang tata cara penyalurannya seperti apa. Ini memang harus dibenahi,” tegas Yoga.
BACA JUGA: Benahi BPNT, Bupati Panggil Sekda dan Dinsos
Pihaknya berharap, ke depan penyelenggaraan BPNT di Kabupaten Cirebon harus sesuai dengan Pedum yang ada. Tidak ada monopoli, tidak ada kekisruhan, serta tidak ada yang dirugikan. Karena ketika ada indikasi monopoli, maka yang dirugikan adalah KPM. Yoga juga mengajak semua pihak untuk bersama-sama mengawal penyelenggaraan program BPNT dari Pemerintah Pusat ini, agar kedepan bisa berjalan dengan baik.
“Jelas ada hak KPM yang dikurangi kalau harus setor kesana kemari. Dari mana menutupinya, kalau tidak mengambil hak KPM?,” kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Bansos berupa BPNT dalam prakteknya diduga mengarah pada tindak pidana korupsi. Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Cirebon mengindikasikan adanya penyelewengan Bansos tersebut terjadi di Kabupaten Cirebon.
Kasi Intel Kejari Kabupaten Cirebon, Wahyu Oktaviandi mengatakan, selama ini pihaknya terus mengamati dan mengumpulkan informasi serta data terkait dugaan penyelewengan penyelenggaraan BPNT di wilayah hukumnya. “Pengamatan kami ada indikasi penyelewengan Bansos berupa BPNT. Namun, langkah kami harus hati-hati. Sebab, yang dihadapi bukan hanya koruptornya saja, tapi virusnya juga,” kata Wahyu, di ruang kerjanya, Senin (7/12/2020).
Menurut Wahyu, indikasi penyelewengan pada program BPNT ini bukan dari laporan masyarakat. Melainkan hasil pengamatan dan berdasarkan pemberitaan di media massa. Dari temuannya itu, pihaknya memastikan akan terus mendalaminya. Bahkan, saat ini pihaknya sudah mengantongi nama-nama suplier BPNT.
Wahyu menjelaskan, pihaknya akan melihat Petunjuk Teknis (Juknis) penyaluran BPNT melalui Pedoman Umum (Pedum) perihal suplier yang berasal dari luar daerah. Sebab, dari 40 kecamatan di Kabupaten Cirebon, ada beberapa suplier yang memegang lebih dari sembilan kecamatan. “Ada banyak suplier, sembilan orang lebih. Tapi yang paling banyak AM dan DK. Logikanya, kalau yang megang lebih dari 9 kecamatan, indikasi dugaan korupsi itu ada,” jelas Wahyu.
BACA JUGA: Kejari Sumber Endus Indikasi Korupsi BPNT, Kasi Intel Sudah Kantongi Nama-nama Suplier yang Terlibat
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga sudah mengantongi nama-nama suplier yang berasal dari luar daerah. Hasil temuan di lapangan, imbuh Wahyu, telur yang diterima oleh Keluarga Penerima Manfaat (KPM) itu jumlahnya berkurang dari yang seharusnya. Bahkan, KPM juga diketahui menerima busuk dan sayuran yang tidak layak. “Dengan temuan di lapangan ini, secepatnya akan kita tindaklanjuti. Kasihan bantuan masyarakat miskin kok di potong,” tegas Wahyu.
Ditegaskan Wahyu, pelaku penyalahgunaan Bansos Covid-19 bisa dijerat hukuman mati seperti tertuang dalam Undangan-Undang Tipikor. Sehingga, hukuman mati itu tidak bisa ditawar-tawar lagi. Informasi yang dihimpun Suara Cirebon menyebutkan, Bansos dari Pemerintah Pusat ini diperuntukan bagi ratusan ribu KPM yang ada di Kabupaten Cirebon. Sebelum ada Covid-19, bantuan yang diterima per-KPM Rp 120.000. Namun pada awal 2020 lalu, jumlahnya naik menjadi Rp 150.000, dan ketika terjadi wabah Covid-19 sampai sekarang, jumlahnya ditambah lagi menjadi Rp 200.000 namun dalam bentuk pangan. (Islah)