CIREBON, SC- Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon melangsungkan Fokus Group Discussion (FGD) di Keraton Kacirebonan, Kamis (4/2/2021).
Kegiatan yang langsung dihadiri tim Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi, Balitbang-Diklat, Kemenag RI ini membahas program penerjemahan Al-Qur’an Bahasa Cirebon hasil kerjasama IAIN Syekh Nurjati Cirebon dengan tim tersebut tahun anggaran 2020.
Ketua LP2M IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Dr H Ahmad Yani MAg mengatakan, program penerjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Cirebon ini merupakan inisiasi internal kampus setempat. Hal ini pun kemudian memdapat dukungan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi, Balitbang-Diklat, Kemenag RI.
“Alhamdulillah program ini gayung bersambut. Kita inisiasi kemudian disambut oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi, Balitbang-Diklat, Kemenag RI. Sehingga program ini bisa berjalan,” jelas pria yang akrab disapa Kang Yani.
Program penerjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Cirebon ini, lanjut dia, merupakan program monumental IAIN Syekh Nurjati Cirebon yang dipersembahkan kepada masyarakat dan pemerintah daerah setempat di masa kepemimpinan Dr H Sumanta Hasyim MAg.
“Penerjemahan ini sudah berjalan. Sudah ada 10 juz yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Cirebon. Ini terus berproses, baik penyelarasannya, pengeditannya, dan penerbitannya,” terang Kang Yani.
Dia menargetkan, proses seluruh penerjemahan 30 juz Al-Qur’an ini dapat selesai pada tahun 2022 mendatang. Dalam FGD ini pun membahas ornamen atau iluminasi sebagai hiasan di setiap halaman terjemahan Al-Qur’an tersebut yang mencirikan Cirebon.
“Tujuan penerjemahan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Cirebon ini untuk dakwah sesuai kearifan lokal dan melestarikan serta mengembamgkan bahasa daerah, khususnya Bahasa Cirebon,” ucapnya.
Sementara itu, Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi, Balitbang-Diklat, Kemenag RI, Nurokhmah dalam FGD tersebut mengungkapkan, dalam penerjemahan tersebut harus disepakati terlebih dahulu menggunakan bahasa tata Bahasa Cirebon pada tahun berapa.
“Jangan sampai terjemahan ini kurang dimengerti masyarakat secara umum, terutama kalangan milenial. Jadi harus disepakati mau menggunakan bahasa di tahun berapa, apakah abad 15, 17, atau abad ke 20. Kalau masukan saya sih lebih baik di abad pertengahan aja agar dapat dipahami masyarakat secara umum,” paparnya.
Kemudian, terang Nurahmah, proses penerjemahan ini tidak boleh langsung dari Bahasa Al-Qur’an, melainkan harus menggunakan terjemahan Bahasa Indonesia versi Kementerian Agama terbaru, yaitu tahun 2019.
“Dalam terjemahan juga tidak boleh memasukan tafsir. Tafsir boleh dimasukan dalam foot note. Selain itu juga penerjemahan tersebut harus ada referensi, seperti kamus bahasa daerah setempat sebagai patokan dalam penerjemahan,” terangnya.
BACA JUGA: Mahasiswa Tunanetra Jadi Peserta Sidang Perdana S3 di IAIN Cirebon
Salah satu pihak yang terlibat dalam penerjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Cirebon ini adalah budayawan Cirebon, Muktar Zaidin. Dalam kesempatan ini dia mengungkapkan, Bahasa Cirebon terbagi beberapa kategori, yaitu kuna (kuno), madya (pertengahan), dan modern.
“Dari kategori itu juga ada perbedaan antara bahasa keraton dan bahasa pesantren,” katanya.
Untuk itu, lanjut Muktar, agar terjemahan ini dapat dimengerti semu kalangan, pihaknya akan menggunakan Bahasa Cirebon kategori madya dengan mencampurkan bahasa pesantren dan keraton.
“Saya juga ada beberapa kamus Bahasa Cirebon untuk referensi penerjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Cirebon ini,” tandasnya. (Arif)