KABUPATEN CIREBON, SC- Kasus Tuberculosis atau TBC di Kabupaten Cirebon meningkat cukup signifikan. Pada tahun 2020 lalu, jumlahnya mencapai 5.772 kasus. Hal itu dikemukakan, Wakil Bupati (Wabup) Cirebon, Hj Wahyu Tjiptaningsih saat membuka Workshop Peran Organisasi Profesi terkait Penanggulangan Tuberkulosis Dalam Rangka HTBC di Kabupaten Cirebon tahun 2021, yang digelar di Apita Hotel, Kamis (25/3/2021).
“TBC di Kabupaten Cirebon cukup banyak peningkatannya, jumlahnya 5.772 kasus pada tahun 2020,” kata Ayu, sapaan akrab Wahyu Tjiptaningsih.
Di tahun 2021 ini, lanjut Ayu, kasus TBC yang ditemukan sebanyak 3.385 kasus dengan Case Detection Rate (CDR) 58,6 persen dan missing case 41,4 persen. Sedangkan angka keberhasilan pengobatan kasus TBC pada tahun 2019 mencapai 92,5 persen.
“Jumlah kasus yang diobati 5.395 kasus, jumlah kasus sembuh dan pengobatan lengkap 4.989 kasus. Kemudian jumlah kasus TBC yang meninggal ada 109 kasus,” kata Ayu.
Sementara itu di lokasi yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, Hj Enny Suhaeni, mengatakan, TBC merupakan penyakit yang berbahaya dan sangat menular. Apalagi jumlah penduduk Kabupaten Cirebon cukup banyak, yakni 2,2 juta jiwa. Hal itu menyebabkan terjadinya kepadatan penduduk di beberapa daerah.
“Ada beberapa daerah yang padat sehingga itu mempercepat penularan TBC,” kata Enny.
Ia mengakui, penemuan kasus TBC belum seratus persen karena masih ada 41,4 persen kasus yang belum terlaporkan. Kendati demikian, secara grafik, kasus TBC di Kabupaten Cirebon masih berada di urutan tengah dari beberapa daerah lainnya di Jabar.
“Kita ada 109 kasus (TBC, red) meninggal tahun 2020. Kalau hitungan secara nasional, per jam ada 11 kasus TBC meninggal,” jelas Enny, seraya berharap ada pihak-pihak lain yang mau bekerjasama dengan Dinkes untuk menemukan secara dini kasus TBC.
Sebelumnya, Kabid P2P Dinkes Kabupaten Cirebon, Nanang Ruhyana, menyampaikan, data 109 orang meninggal dunia akibat TBC merupakan data tahun 2019. Jumlah tersebut hanya 2 persen dari kasus yang ditemukan pada tahun 2019 lalu.
Menurut Nanang, dalam penghitungan kasus TBC hasil akhir atau kesimpulan penanganan, maju setahun dari tahun penemuan kasus. Ia mencontohkan, jika kasus ditemukan tahun 2019 maka tingkat kesembuhan dan kematian akibat TBC baru bisa dilihat setahun kemudian.
“Sama, kalau kasus yang ditemukan di 2020, maka baru bisa dilihat angka kesembuhan ataupun kematiannya di tahun 2021,”ujar Nanang.
Dijelaskan Nanang, estimasi penemuan kasus TBC ditahun 2020 mencapai 5.772 kasus, untuk kasus yang ditemukan sebanyak 3.385 kasus atau CDR sebesar 58,6 persen. Dari angka tersebut, ada missing case sebanyak 41,4 persen.
Menurut Nanang, ada beberapa metode yang dilakukan untuk menemukan kasus TB, di antaranya metode aktif dan pasif. Untuk metode aktif berarti para petugas kesehatan dari Puskesmas turun kelapangan untuk mencari kasus. Sedangkan untuk metode pasif, pasien atau suspect datang sendiri ke Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) baik yang ada di puskesmas maupun rumah sakit.
BACA JUGA: Kasus Baru HIV/AIDS Capai 251
Jika pasien memeriksakan diri ke fasyankes milik pemerintah, biasanya langsung dilaporkan dan ditangani untuk dilanjutkan dengan pengobatan. Nanang menambahkan, angka keberhasilan pengobatan kasus TBC di tahun 2019 sebesar 92,5% dari jumlah kasus yang diobati sebanyak 5.395 kasus.
“Total kasus TBC yang dinyatakan sembuh, pengobatan lengkap sebanyak 4.989 kasus. Sisanya putus pengobatan dan ada yang meninggal dunia,” bebernya.
Namun, diakui Nanang, selama tahun 2020 kemarin pendeteksian atau penemuan kasus baru TBC tidak bisa dilakukan secara optimal. Hal itu disebabkan beberapa faktor, di antaranya pandemi Covid-19. Sehingga kegiatan pencarian kasus menjadi terhambat. (Islah)