MAJALENGKA, SC- Kondisi industri genteng Jatiwangi, Kabupaten Majalengka tak sebaik sebelumnya. Sejumlah permasalahan yang muncul seiring dengan perjalanan waktu, serta perkembangan daerah, membuat sector usaha ini perlahan meninggalkan masa keemasanya. Salah satu persoalan yang dalam beberapa tahun dihadapi pelaku usaha pembuatan genteng (jebor) akibat sulitnya mencari tenaga kerja.
Munculnya puluhan pabrik dan industri yang menyedot ribuan tenaga kerja di sejumlah wilayah kecamatan di sekitar Kecamatan Jatiwangi seperti, Ligung, Sumberjaya, Dawuan dan Kasokandel membuat pemilik jebor kesulitan untuk memenuhi target produksi.
“Salah satu permasalahan yang dihadapi industri genteng saat ini adalah sulitnya mencari tenaga kerja,” ungkap Awang, pemilik jebor di Desa Ranji Kulon, Kecamatan Kasokandel, Selasa (18/5/2021).
Pekerja yang masih bertahan saat ini hanya pekerja perempuan berusia di atas 40 tahun yang sudah lama bekerja di pabrik genteng. Sedangkan untuk mencari pekerja baru berusia muda dan pekerja laki-laki sangatlah sulit.
”Kondisi ini semakin terasa setelah makin banyaknya pabrik dan industri yang beroperasi di kawasan utara ini, termasuk di daerah Kasokadel,” ujarnya.
Menjadi buruh pabrik jauh lebih menarik bagi anak-anak muda, baik pria atau wanita daripada bekerja di jebor. “Anak muda sekarang tidak mau kerja yang kotor-kotor, meski jam kerja di jebor jauh lebih pendek dibandingkan bekerja di pabrik,” ucapnya.
Sulitnya mendapatkan tenaga kerja juga dirasakan pemilik pabrik genteng lainnya, Dadang. Pemilik usaha pabrik genteng di di Desa Andir, Kecamatan Jatiwangi ini mengaku sudah cukup lama merasakan sulitnya memperoleh tenaga kerja muda, khususnya pria.
Menurut dia sejak 10 tahun terakhir banyak anak muda di daerahnya yang lebih memilih keluar daerah, mencari pekerjaan sebagai buruh di wilayah Cikarang dan sekitarnya.
BACA JUGA: Pasar Seni Pujasera Majalengka, Ajang Pamer Karya Seniman
”Sebelum di Majalengka banyak pabrik, anak-anak muda daerah sini sudah banyak yang enggan bekerja di jebor, mereka merantau bekerja di pabrik-pabrik di Cikarang, Bekasi dan sekitarnya, apalagi sekarang ada puluhan pabrik baru yang beroperasi,” ucapnya.
Untuk pemasaran hasil produksi, kata Dadang sudah banyak berkurang bila dibandingkan dengan tahun 90-an sampai awal tahun 2000-an. Selain persaingan dengan sesama pengusaha genteng, membanjirnya produksi atap pabrikan juga berpengaruh cukup besar terhadap permintaan produksi genteng.
“Pengaruhnya ada, tetapi masih banyak juga pesanan yang datang, dan terkadang tidak dapat kami penuhi karena kurangnya pekerja,” jelasnya.
Akibat keterbatasan tenaga kerja, lanjutnya banyak pemilik usaha pembuatan genteng yang membiarkan tobong gentengnya begitu saja. (Dins)