TERIK matahari bulan Oktober seakan tidak dirasakan bagi Casman, petani garam di Desa Rawaurip, Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon. Dengan alat sederhana khas petani garam, Casman mengumpulkan garam-garam di tambaknya dengan cara diserok, didorong perlahan hingga membentuk gundukan.
Setelah dirasa cukup tinggi, garam-garam itu dimasukkan ke dalam karung menggunakan ember lalu diletakkan di pematang empang untuk diangkut ke sepeda motornya.
“Sekarang harga (garam) lagi Rp500 per kilo, akan tetapi kesulitan produksi karena cuaca tak bisa ditebak,” kata Ismail kepada Suara Cirebon, Senin (11/10/2021).
Menurutnya, harga garam pernah anjlok hingga di bawah Rp100 per kilogram (kg) dan membuat petani menangis.
“Kita para petani garam pernah trauma karena harga sempat di bawah Rp100 per kilo. Maka dari itu, perlu ada kebijakan HET garam,” katanya.
Terkait harga garam yang kerap anjlok sangat drastis tersebut, Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purnawirawan) Moeldoko, mengungkapkan ada beberapa faktor, seperti adanya kebocoran dan penyimpangan garam impor.
Moeldoko mengatakan, ada beberapa alasan impor garam dilakukan salah satunya kebutuhan stok garam industri yang masih belum tercukupi.
“Pada tahun 2021 kita memerlukan 4,6654 juta ton dan untuk industri 3,077 juta ton. Sedangkan, kemampuan kita cuma 1,5 juta ton,” ungkapnya.
Angka 1,5 juta tersebut, menurut Moeldoko, tidak seluruhnya sesuai standarisasi sektor industri. Sehingga, hal ini menyebabkan produk garam lokal kalah saing dengan garam impor.
“Kenapa harus impor karena industri-industri masih butuh garam, dan garam di petani kita itu memang sering kali dipanen sebelum waktunya harusnya tua, jadi gak tua. Sehingga, si garam itu mudah mencair dan akhirnya rugi bagi para sektor industri,” jelasnya.
Meski diakui Moeldoko, garis pantai Indonesia bertambah, tetapi tidak semua garis pantai di Indonesia memiliki garam. Apalagi, kondisi pantai di pantura mengalami kemunduran.
“Saat ini terjadi kondisi bibir pantai di pantura itu mundur, kerusakan yang cukup parah,” ujarnya.
Ditambah, lanjut dia, saat ini terjadi penyimpangan dan kebocoran impor garam.
“Setelah rapat tiga kali impor garam tidak akan diserahkan kepada pihak ketiga tapi industri penggunanya. Sehingga, tidak diharapkan lagi bocor. Karena, saat ini terjadi kebocoran dan penyimpangan,” bebernya.
BACA JUGA: Petani Garam Curhat ke Moeldoko
Kebocoran yang dimaksud adalah garam impor yang seharusnya masuk ke industri, justru masuk juga ke pasar. Sehingga, menjatuhkan harga garam lokal, oleh karenanya, akan dibenahi masalah ini.
“Ya karena, ada garam yang memang dibawa satu industri dan dimasukkan ke pasar,” ujarnya, pada awak media.
Dari pada mempermasalahkan garam impor, Moeldoko menyebut, seharusnya petani garam lebih memikirkan cara untuk meningkatkan kualitas dan teknologi, sehingga dapat meningkatkan daya beli dan nilai jual garam lokal. (Sarrah/Job)