CIREBON, SC- Tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Unpad mengembangkan QR Code atau Quick Response Code, sebagai motif batik kontemporer. Pengembangan QR Code dengan skema riset Academic Leadership Grant (ALG) menjadi perpaduan yang menarik dan inovatif antara industri batik dan teknologi 4.0.
Hal itu disampaikan Ketua tim LPPM Unpad, Prof. Dr. H. Eman Suparman, saat memaparkan tujuan timnya melakukan riset ALG di kawasan Trusmi, Kabupaten Cirebon. Menurut Eman, QR Code sebagai salah satu bentuk budaya era digital, dapat dimanfaatkan untuk dijadikan motif batik kontemporer Trusmi Cirebon.
“Masalah QR Code itu saya kira memadukan IT dan batik tradisional. Meski ada kendala di perajin kurang mengerti. Bagaimana mungkin QR Code ini dibuat batik, sementara QR Code dicetak atau print, sementara batik ditulis menggunakan malam dan canting,” kata Prof Eman, Senin (25/10/2021).
Padahal, pihaknya ingin memadukan teknologi dan batik tersebut. Karena, QR Code itu bisa berisi gambar orang, nama orang dan lainnya. Baginya, dunia batik perlu melalukan inovasi atau terobosan baru yang lebih kekinian dengan pemanfaatan QR Code sebagai motif batik kontemporer.
“Yang muncul dari motif itu QR Codenya,” tuturnya.
Dengan tiga orang anggota lainnya, yakni Dr. Enni Soerjati, Dr. Muhamad Amirulloh dan Dr. Ema Rahmawati serta melibatkan mahasiswa S1 dan S3 Fakultas Hukum Unpad, masing-masing William Prasetyo dan Nelly Novianti, tim ALG tersebut juga akan mendampingi dan membiayai pencatatan hak cipta dari motif batik QR Code yang dihasilkan pengrajin batik Trusmi kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (HAKI), Kementerian Hukum dan HAM RI.
“Saya tahu batik trusmi ada printing dan tulis dan perajinnya harus mendapat perlindungan hukum, yaitu didaftarkan hak ciptanya dan jelas dokumentasi hak ciptanya,” tegasnya.
Kedua kalinya datangi Trusmi, Eman dan tim berharap, dengan upaya ini, tim penelitian dan pengabdian pada masyarakat tersebut semakin memanfaatkam teknologi dalam kegiatan produksi batik trusmi.
Khususnya, penggunaan QR Code sebagai motif batik kontemporer Trusmi Cirebon, serta semakin tertariknya generasi muda di era digital untuk menggunakan batik kontemporer QR Code sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan perekonomian pengrajin batik Trusmi Cirebon.
Untuk target atau sasaran pengrajin yang akan dirangkul, Eman ingin sebanyak-banyaknya.
“Sebenarnya, banyak yang saya inginkan. Karena, mereka belum apa-apa sudah underestimate. Karena QR Code itu kan printing bukan tulis, jadi sudah underestimate. Kita tentu bingung, tapi pasti akan diusahakan sosialisasikan pula,” tutupnya.
BACA JUGA: UMC Kembangkan Wisata Digital Trusmi dalam Program Social Project Innovillage 2021
Sementara, Ketua Asosiasi dan Pengrajin Batik Kabupaten Cirebon, Rukadi, mengatakan sangat berterima kasih adanya riset ini. Khususnya, untuk masalah penanganan perlindungan hukum dan hak cipta batik.
“Dengan adanya ini sangat membantu sekali bagi pengrajin-pengrajin yang punya potensi. Artinya motif dapat terlindungi,” kata Rukadi.
Rukadi merasa para pengusaha di Trusmi cukup licik. Pasalnya, beberapa waktu lalu, ada kasus terkait motif yang didesain dirinya, namun yang menghakciptakan perusahaan.
“Saya bawa ke persidangan. Tapi saya kalah,” keluhnya.
Ia berharap melalui riset ini, tim ALG dapat membantu masalah perlindungan hukum para perajin batik di Trusmi. (Sarrah/Job)