BIAYA angkut mahal, ketiadaan pengepul dan tempat pengelolaan membuat masalah limbah batu alam hingga kini sulit tertangani. Hal itu menyebabkan bak penampungan cepat dipenuhi limbah kemudian meluap dan masuk ke sungai mengakibatkan pencemaran.
Hal itu disampaikan, Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Cirebon, Endang Sri Pujiastuti, saat disinggung penanganan limbah industri batu alam yang kembali menjadi polemik.
“Mahal bisa sampai Rp500 ribu sekali angkut ke satu tempat. Juga, tidak ada pengepul. Kalau ada kan enak,” kata Endang, Minggu (14/11/2021).
Padahal, lanjut Endang, sudah ada perusahaan semen yang siap menampung limbah tersebut. Tetapi, limbah batu alam yang diterima dalam bentuk sudah kering atau sudah dikelola. Limbah batu tersebut, nantinya akan dipakai untuk campuran semen.
“Ada yang sudah siap menampung yaitu perusahaan Indocement. Tapi, dalam bentuk kering. Cuma, itu tadi masalahnya di pengangkutan dan pengelolaan,” katanya.
Di luar pengangkutan dari kolam satu menuju kolam lainnya, menurut Endang, masalah berikutnya adalah terkait pengelolaan. Pasalnya, pengeringan limbah batu alam membutuhkan waktu penjemuran yang cukup lama dan lahan yang luas. Di sisi lain, dapat menyebabkan polusi sebab ketika kering pasir batu alam akan berhamburan.
“Waktunya pengeringannya lumayan lama gak bisa cuma sebentar,” sebut Endang.
Akan tetapi, lanjut Endang, terdapat solusi lainnya, yaitu menggunakan alat pengering yang nantinya pasir akan dipanaskan di dalam tungku dalam waktu yang lama.
“Namun cara ini membutuhkan biaya yang cukup besar,” ujarnya.
BACA JUGA: Hanya Memindahkan Masalah, Perajin Batu Alam di Dukupuntang, Cirebon Akan Direlokasi ke Girinata
Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian dan Pengelolaan Dampak Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup, H Yuyu Jayudin, membenarkan perusahan semen siap menampung limbah batu alam tersebut.
“Perusahaan semen ini memang mau menampung slad atau lumpur dari IPAL, syaratnya harus memenuhi jumlah dan harus kering. Makanya dalam lahan 4,2 ha untuk tempat relokasi sudah disediakan juga untuk lahan penampungan lumpur tersebut hingga bisa memenuhi persyaratan untuk perusahaan semen,” ujar Yuyu.
Yuyu mengatakan, nantinya perusahaan akan membeli hasil pengelolaan limbah. Karenanya akan dilakukan kerja sama dalam pengelolaan lumpur atau slad dari IPAL tersebut.
“Pasti dong perusahaan akan membeli lumpur tersebut. Dan pasti kita akan ajak kerja sama Indocement untuk pengelolaan lumpurnya,” katanya.
Menurutnya, hasil penjualan limbah batu alam yang masuk akan diputar untuk biaya operasional, hingga pengelolaan stabil dan benar-benar menguntungkan.
“Kalau menguntungkan nanti diarahkan untuk PAD,” pungkasnya. (Sarrah/Job)