KABUPATEN CIREBON, SC- Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Cirebon Raya kembali menggelar aksi unjuk rasa memprotes besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pada akhir bulan lalu.
Aksi tersebut yang dilakukan massa buruh di depan Kantor Bupati Cirebon di Sumber dan depan Balai Kota Cirebon, Rabu (8/12/2021).
Dalam orasinya, Sekretaris FSPMI Cirebon Raya, Moch Machbub menyatakan, unjuk rasa tersebut sebagai bentuk ketidakpuasan buruh atas sikap pemerintah pusat hingga daerah yang tetap mengeluarkan surat keputusan (SK) soal uMK maupun UMP, meski telah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kita memprotes SK Gubernur Jabar yang menetapkan UMK maupun UMP, kerena pada tanggal 25 November 2021 kemarin, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan judicial review kita tentang uji formil dan materiil Undang-Undang Omnibuslaw Cipta Kerja,” kata Machbub.
Namun, pihaknya kecewa karena putusam KM agar undang-undang itu diperbaiki dua tahun kedepan dimanfaatkan pemerintah.
“Kemarin 25 hakim MK menyatakan UU Cipta Kerja cacat formiil. MK menyatakan UU Ciptaker masih berlaku hingga 2 tahun ke depan, Menteri Koordinator pun langsung menyatakan masih berlaku, begitupun dengan Presiden Jokowi menyampaikan UU Ciptaker masih berlaku hingga 2 tahun kedepan,” teriak Machbub orasinya.
Menurut Machbub pada amar putusan MK nomor 7 disebutkan bahwa pemerintah harus menangguhkan segala bentuk upaya strategis yang berdampak luas terhadap segala keputusan yang diambil berdasar Undang-Undang Omnibuslaw.
“Amar ke-7 itu ada dua, salah satunya, pemerintah tidak boleh menerbitkan peraturan yang baru, terkait penetapan UMK, pemerintah khususnya gubernur di seluruh Indonesia tetap menggunakan PP Nomor 36,” katanya.
Machbubmenyebut, amar ke 7 dapat memberi ruang bagi berlakunya UU Ciptaker, peraturan pelaksanaan, dan kebijakan yang lahir dari UU Ciptaker.
“Pengupahan adalah program strategis nasional, maka pemerintah tidak boleh menetapkan UMK menggunakan PP Nomor 36, tapi menggunakan UU sebelumnya yakni UU nomor 13 maupun turunannya di PP 78, ini yang kami sikapi hari ini,” tambah Machbub.
Faktanya, ia menambahkan, pemerintah soal pengupahan tetap menggunakan PP Nomor 36 dan ini menurutnya bertentangan dengan amar putusan MK ke-7.
“Kami minta pemerintah harus mencabut penetapan UMK, para gubernurnya tidak boleh menggunakan PP Nomor 36,” tegasnya.
BACA JUGA: UMK Naik Rp10.000 Buruh Kepung Kantor Bupati Cirebon
Ia juga menyampaikan kekecewaanya kepada Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, yang tidak hadir pada saat penting buruh ingin berdialog.
“Gubernur Jawa Barat kita tidak hadir. Kami buruh se-Jabar menginap hingga tanggal 25 November dan kami menunggu hingga malam tidak terlihat sama sekali gubernur kita,” keluhnya.
Terkait kenaikan UMK, lanjut Machbub, buruh meminta naik 5-7 persen.
“Jadi tidak ada alasan lagi pemerintah melakukan multi tafsir terhadap amar putusan tersebut,” tandasnya.
Aksi unjuk rasa tersebut berlangsung tertib dan damai namun tetap mendapat pengawalan ketat pihak kepolisian dari Polresta Cirebon. (Sarrah/job)