DARI 75 penerima program rehabilitasi rumah tidak layak huni (rutilahu) di Kabupaten Cirebon, sebanyak 90 persenya bermasalah. Kondisi tersebut, perlu dicari akar masalahnya agar tidak terjadi kegaduhan pada program tersebut.
Hal itu dikemukakan Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Cirebon, Hermanto, saat memimpin rapat dengar pendapat terkait program rutilahu yang dihadiri perwakilan masyarakat, dinas terkait dan pendamping, di salah satu ruang rapat gedung DPRD setempat, Rabu (15/12/2021).
“Kami sudah mendengar semua penjelasan, Senin kemarin. Kami tidak akan menyimpulkan terlebih dulu. Kita akan kroscek dulu ke lapangan untuk memastikannya,” kata Hermanto.
Hermanto mengaku tidak ingin gegabah dalam mengambil keputusan terlebih data yang disodorkan sangat mencengangkan.
“Masa iya sih, dari 75 penerima hampir 90 persennya bermasalah. Harus ditelaah dulu kebenarannya,” ujarnya.
Pihaknya meminta agar semua pihak tidak gaduh terlebih dulu, sampai ada kejelasan berdasarkan temuan di lapangan. Ia khawatir, jika dibikin gaduh malah menimbulkan efek negatif bagi Kabupaten Cirebon di kemudian hari. Pasalnya, lanjut Hermanto, program rutilahu sumber anggarannya berasal dari bantuan Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
“Kami minta jangan gaduh dulu, khawatir yang memberi bantuan tidak nyaman. Tapi tidak menafikan hal-hal yang seharusnya menjadi hak penerima bantuan. Ketika ada pelanggaran-pelanggaran kita tidak boleh diam saja,” terangnya.
Ketika benar terjadi pelanggaran, pihaknya akan mendorong rekanan atau pengelola mengurus segera, agar penerima manfaat menerima haknya.
“Kalau ada kekurangan ya penuhi dong. Kalau ada perbedaan, solusinya apa,” katanya.
Pada kesempatan itu, perwakilan warga penerima program rutilahu, Yogi mengatakan, program tersebut di desanya bermasalah. Pasalnya, hampir 95 persen dari total 75 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) mendapat keluhan.
“Di lapangan banyak realisasi bahan matrial yang tidak sesuai. Baik dari kuantitas maupun kualitas. Dari 75 KPM, hampir 95 persennya ada keluhan, yakni banyak yang tidak sesuai dari yang sudah diajukan. Baik dari segi kualitas bahan matrial maupun kuantitas bahan matrial,” ungkap Yogi.
Sementara itu, Kepala Seksi Pendataan dan Perencanaan Perumahan pada Bidang Perumahan DPKPP, Lukman Sugiarto mengatakan, di Desa Setu Wetan jumlah KPM agak banyak. Karenanya, lanjut Lukman, ada dua fasilitator yang bertugas untuk mendampingi pelaksana LPM.
BACA JUGA: Anggota DPRD Kabupaten Cirebon, Mustofa: Pemkab Harus Bisa Petakan Masalah
Menurut Lukman, total bantuan yang diberikan dalam program rutilahu 2021 ini, nilainya mencapai Rp17,5 juta. Rinciannya, Rp16,5 juta diperuntukkan untuk matrial, kemudian Rp700 ribu untuk upah tukang dan sisanya Rp300 ribu untuk operasional LPM.
“Kami sudah sampaikan sejak jauh-jauh hari kepada KPM, jadilah KPM yang cerdas. Ketika barang datang, dicek satu per satu baik dari segi volume atau speknya. Kalau ada ketidaksesuaian segera laporkan, jangan sampai berlanjut, nanti sulit untuk pembuktiannya,” tuturnya.
Kemudian, sambung Lukman, penentuan toko matrial ditentukan oleh LPM didampingi perwakilan KPM dan Pendamping.
“Toko matrialnya yang dapat menguntungkan KPM, baik dari segi harga dan kemampuan. Jangan sampai terjadi kemacetan dalam pelaksanaan,” pungkasnya. (Sarrah/job)