SUARA CIREBON – Putusan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal perintah menunda Pemilu 2024 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak bisa dieksekusi.
Menko Polhukam, Mahfud MD meminta KPU tetap menyelesaikan tahapan Pemilu 2024 tanpa terpengaruh oleh putusan hakim PN Jakpus soal penundaan Pemilu 2024.
Menruut Mahfud MD yang juga ahli hukum tata negara, PN Jakpus telah salah kaprah menerima gugatan perdata sengketa Pemilu.
“Ini bukan kewenangannya. Sudah jelas Undang Undangnya. Sengketa Pemilu dilaporkan ke Bawaslu, lalu ke PTUN. Tidak bisa dijadikan perdata lalu disidangkan di PN,” tutur Mahfud MD, Minggu, 5 Maret 2023.
Mahfud MDmengungkapkan soal inkracht atau keputusan mengingat. Mneurutnya, ini bukan soal inkracht atau bukan, sebab sejak awal ini sudah bukan kompetensi hakim PN.
“Ini soal kebodohan aja. Pelanggaran Pemilu itu kalau administrasi ke Bawaslu, lalu kalau ndak puas ke PTUN. Ini dua-duanya sudah ditempuh, koq dilarikan ke perdata. Masa hakimnya tidka tahu aturannya,” tutur Mahduf MD.
Dijelaskan juga, bahwa kalaupun misalnya nanti inkracht, juga tidak bisa dieksekusi. Karena ini hak rakyat, bukan hak KPU.
Seperti diketahui, PN Jakpus emmbuat keputusan kontroversial sekaligus mengejutkan. Hakim PN Jakpus menerima gugatan Partai Prima dan menyatakan KPU bersalah terkait verifikasi administrasi partai tersebut.
Dalam putusannya, PN Jakpus meminta KPU menunda Pemilu 2024 sampai 2 tahun, 4 bulan dan 7 hari sejak keputusan dibacakan pada Kamis, 2 Maret 2023 kemarin.
Putusan ini sangat kontroversial. Putusan PN Jakpus yang memerintahkan KPU menunda Pemilu 2024, langsung menuai kritik dari berbagai ahli hukum tata negara.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoleva maupun ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai keputusan PN Jakpus itu gegabah.
Keduanya menilai, hakim PN Jakpus tidak punya kewenangan absolut untuk menyidangkan gugatan tersebut karena ranahnya Bawaslu dan PTUN.
“Tidak bisa diseret ke Perbuatam Melawan Hukum (PMH) atau perdata. Ini kwenangan Bawaslu dan PTUN. Seharusnya ditolak,” tutur Hamdan Zoelva.
Yusril menambahkan, kalaupun KPU diputus bersalah, maka keputusannya harusnya hanya seputar verifikasi Partai Prima, tidak lantas seluruh tahapan Pemilu 2024 dihentikan.
“Tidak boleh mempengaruhi pihak lain/ Kalau ditunda, hanya gara-gara satu partai, seluruh partai harus terkena semua,” tuturnya.
KPU sendiri, seperti diungkapkan, Ketuanya, Hasyim Asyari tidak akan mematuhi putusan hakim PN Jakpus tersebut dan tetap fokus pada tahapan Pmeilu 2024 selanjutnya.
“Tahapan tetap berlanjut. Tidak ada penundaan,” tutur Hasyim Asyari.
Diungkapkan pula, Partai Prima pernah mengajukan gugatan itu ke Bawaslu dan dua kali ke PTUN, tapi hasilnya ditolak sebelum tiba-tiba muncul keputusan kontroversial dari PN Jakpus.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini poin-poin perintah majelis hakim PN Jakpus yang meminta KPU menunda Pemilu 2024 :
Dalam Eksepsi
Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);
Dalam Pokok Perkara
1. Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3. Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4. Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
5. Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari;
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).***