SUARA CIREBON – Perilaku konsumtif di kalangan masyarakat saat ini seakan sudah menjadi tren tersendiri, terlebih lagi saat Ramadan. Pasalnya, pada bulan ini kebutuhan sandang dan pangan jauh lebih meningkat dari biasanya.
Atas dasar itu, Bank Indonesia (BI) Cirebon bersama Anggota DPR RI Komisi XI H. Satori membuka Focus Group Discussion dengan tema ” Pengendalian Pola Perilaku Konsumtif Selama Ramadan” di Grand Hotel Tryas, Rabu (22/3/2023).
Dalam FGD ini, diikuti seluruh ulama yang berada di Kabupaten Cirebon. Keberadaan ulama ini, diminta dapat menekan angka inflasi di Kabupaten Cirebon dan masif melakukan sosialisasi melalui dakwah agar perilaku konsumtif ini dapat diatasi.
Kepala Kantor Perwakilan (KPW) Bank Indonesia (BI) Cirebon Hestu Wibowo mengatakan pada saat ini seluruh dunia mengalami resesi ekonomi, satu hal yang dikhawatirkan semua negara yakni Inflasi atau kenaikan harga.
“Di tahun 2022 saja, inflasi Indonesia mampu bertahan di angka 5,5 persen, dan angka tersebut rendah, dibanding dengan negara-negara maju di Eropa yang inflasinya sampai di angka 9 persen,” kata Hestu.
Penyebab terjadinya Inflasi meningkat ini, kata Hestu, karena permintaan kebutuhan masyarakat dibagian pangan sangat tinggi.
“Inflasi tinggi, karena permintaan pangan menambah, seperti cabe beras dan bawang, kebutuhan pokok ini menyumbang inflasi tertinggi,” kata Hestu.
Tingginya inflasi ini, terlebih di Bulan Ramadan berdampak sekali kepada masyarakat yang ekonomi membawah, karena kebutuhan pokok yang harganya meninggi.
“Sedangkan masyarakat menengah kebawah, dari 100 persen pendapatannya dalam sebulan, 60 persennya digunakan untuk membeli kebutuhan pangan,” katanya.
Berbeda dengan kelas ekonomi menengah ke atas, kebutuhan pangan mereka hanya 20 persen dari pendapatan selama sebulan, itulah mengapa dampak inflasi akan lebih dirasakan oleh masyarakat menengah kebawah.
“Menengan ke atas, kebutuhan pangan mereka tidak lebih dari 20 persen, sehingga dampak inflasi sangat terasa oleh menengah kebawa, karena sumbangan konsumsi bahan pangan strategis yang tinggi. Menengah keatas tidak terlalu terdampak. Maka, inflasi bukan cuma soal ekonomi, tapi juga persoalan sosial,” jelas Hestu.
Untuk itu, di depan para ulama, Hestu meminta peran ulama dalam menekan angka inflasi selama bulan ramadan dan menyampaikan pesan-pesan agar bisa mengontrol angka konsumsi kepada masyarakat.
“Kami mohon bantuan, untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, agar bisa menyikapi inflasi dengan bijak, berbelanja dengan bijak, terlebih bulan Ramadhan ini,” kata Hestu.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR-RI Fraksi NasDem, Satori menyampaikan bahwa saat ini, inflasi menjadi ancaman ekonomi, yang terjadi bukan hanya di Indonesia.
“Inflasi sedang terjadi, bukan hanya di Indonesia, tetapi seluruh dunia,” ungkap H Satori.
Salah satu dampaknya, sampai pada menurunnya angka konsumsi masyarakat, karena harga sejumlah komoditas yang melonjak, terlebih di bulan Ramadan.
Maka dari itu, kata Satori, terlebih di bulan Ramadan ini, masyarakat, termasuk para tokoh unsur pesantren di Cirebon, harus bisa menyesuaikan diri, dan menerapkan pola perilaku konsumtif yang sederhana, sehingga bisa mengontrolnya.
“Menghadapi inflasi ini, setidaknya, kita harus mulai bisa mengontrol pola konsumsi kita. Jika pemerintah berupaya mengendalikan inflasi, masyarakat harus mengendalikan konsumsi. Bulan Ramadan ini, jika tidak disikapi bijak, bisa memicu inflasi saat Lebaran nanti,” katanya.***