SUARA CIREBON – Selain harus membaca niat kurban Idul Adha, anda juga tidak boleh sembarangan dalam menjadikan jenis-jenis ternak sebagai hewan kurban.
Karena hewan yang cacat, tidak memenuhi syarat atau tidak sah bila dijadikan hewan kurban pada Idul Adha.
Ada 4 jenis cacat yang menjadi penghalang pelaksanaan kurban saat perayaan Idul Adha sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis.
Bara’ bin ‘Azib, beliau berkata: “Rasulullah berdiri di antara kami dan berkata, ‘Ada empat hal yang tidak boleh ada pada hewan kurban.’ Dan dalam satu riwayat disebutkan, ‘Tidak sah sebagai kurban.’
Empat bentuk cacat pada hewan kurban itu antara lain :
1. Buta sebelah yang jelas kebutaannya
2. Sakit yang jelas sakitnya
3. Pincang yang jelas kepincangannya, dan
4. Kurus kering seperti tidak ada sumsum pada tulangnya, lemah.” (HR. Al-Khamsah)
Hadis ini lalu dijelaskan oleh sejumlah amalan ulama mengenai apa yang dimaksud dengan empat bentuk cacat hewan kurban itu :
1. Buta sebelah yang jelas kebutaannya, yaitu hewan yang matanya terjulur atau tersembul, serta hewan yang buta, tidak dapat melihat
2. Sakit yang jelas sakitnya, seperti demam, penyakit kulit yang terlihat, dan cacar.
Hal ini juga termasuk hewan yang terkena penyebab kematian seperti tercekik, mati keracunan, lumpuh, atau yang dimakan oleh hewan buas.
3. Kecacatan pada kaki terlihat secara jelas, yaitu hewan yang tidak dapat berjalan dengan normal atau yang memiliki kaki yang terpotong.
4. Kurus kering atau lemah, yang tidak memiliki sumsum dalam tulang-tulangnya.”
Inilah kecacatan-kecacatan yang mencegah (hewan) untuk dijadikan bagian (kurban).
Jika salah satu dari cacat ini terdapat pada hewan ternak, maka hewan tersebut tidak boleh digunakan sebagai hewan kurban.
Sebab tidak memenuhi salah satu syarat yaitu bebas dari cacat yang yang mencegah (hewan) untuk dijadikan bagian (kurban).
Al-Nawawi mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa keempat cacat yang disebutkan dalam hadis Bara’ tidak memenuhi syarat sebagai hewan kurban. Hal ini juga berlaku untuk cacat lain yang memiliki makna yang serupa atau lebih buruk darinya, seperti kebutaan, buntungnya kaki, dan sejenisnya.” (Syarah Muslim)
Al-Khathabi mengatakan, “Dalam hadis ini terdapat dalil bahwa cacat yang tidak terlalu mencolok pada hewan kurban, dimaafkan. Bukankah beliau berkata, ‘Yang terlihat jelas cacatnya, terlihat jelas sakitnya dan terlihat jelas tulang rusuknya) Jadi, cacat yang sedikit, yang tidak terlihat jelas cacatnya, dimaafkan.'” (Ma’alim as-Sunan).
Oleh karena itu, kekurangan lainnya tidak menghalangi keabsahan kurban.
Tentu saja, kurban yang sempurna dan bebas dari kekurangan adalah yang terbaik dan paling utama, karena itu adalah bentuk ibadah yang lebih dekat kepada Allah.
Pada masa Rasulullah, umat Islam melaksanakan kurban dengan penuh semangat, memilih hewan yang gemuk dan bagus sebagai kurban, yang menunjukkan penghormatan mereka terhadap ibadah Allah.
Sebagaimana yang disebutkan dalam Shahih Bukhari, Abu Umamah berkata, “Kami memberi makan hewan kurban di Madinah, dan kaum muslimin memberi makan hewan kurban.” (Fath al-Bari)
Seorang Muslim harus berhati-hati dan memeriksa hewan kurban saat membelinya, memastikan bahwa hewan tersebut bebas dari kekurangan yang menghalangi pelaksanaan kurban.
Semakin mahal dan sempurna hewan tersebut, semakin dicintai oleh Allah dan semakin besar pahala bagi pemiliknya, serta menunjukkan ketakwaannya.
Ibnu Taimiyah berkata, “Pahala dari kurban sesuai dengan nilai hewan itu sendiri.” (Al-Ikhtiyarat, hlm. 120).***
Dapatkan update berita setiap hari dari suaracirebon.com dengan bergabung di Grup Telegram “Suara Cirebon Update”. Caranya klik link https://t.me/suaracirebon, kemudian join. Sebelumnya, Anda harus install dan daftar di aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.